Orasi Ilmiah Prof. Sanggono: Gas Alam Sebagai Sumber Energi Bersih dan Bahan Baku Industri Petrokimia di Indonesia
Oleh Erika Winfellina Sibarani - Mahasiswa Matematika, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id - Di tengah tantangan perubahan iklim global akibat emisi CO2, Indonesia didorong untuk memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Gas alam muncul sebagai solusi strategis yang memegang peran sentral dalam transisi menuju energi bersih sekaligus menjadi bahan baku vital bagi industri petrokimia nasional. Topik tersebut menjadi bahasan utama dalam orasi ilmiah bertajuk “Gas Alam Sebagai Sumber Energi Bersih dan Bahan Baku Industri Petrokimia di Indonesia” yang disampaikan oleh Prof. Ir. Sanggono Adisasmito, M.Sc., Ph.D., di Aula Barat ITB Kampus Ganesha, Sabtu (19/7/2025).
Prof. Sanggono saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Pemanfaatan Karbon Dioksida dan Gas Suar ITB. Beliau juga merupakan pendiri Asosiasi Pendidikan Tinggi Teknik Kimia Indonesia (APTEKIM). Prof. Sanggono aktif melakukan penelitian di bidang teknologi transisi energi dan pengurangan emisi gas karbon dioksida serta telah mempublikasikan lebih dari 80 artikel ilmiah. Atas dedikasinya, beliau pernah meraih Penghargaan Bidang Penelitian/Karya Inovasi dari Rektor ITB (2024).
Dalam orasinya, Prof. Sanggono menegaskan bahwa gas alam memiliki posisi yang strategis dalam energi nasional. “Gas alam memegang peran yang penting karena merupakan salah satu energi primer untuk transisi energi yang bersih, baik untuk pembangkit listrik maupun keperluan transportasi. Secara lingkungan, gas alam juga memiliki keunggulan karena memiliki emisi CO2 yang relatif lebih rendah sehingga mengurangi polutan udara secara signifikan dibandingkan dengan BBM dan batubara,” ujarnya.
Meski demikian, pemanfaatan gas alam untuk pembangkit listrik diperkirakan akan menimbulkan kenaikan biaya produksi listrik yang cukup besar. “Hari ini kita menikmati harga listrik yang murah karena bahan bakunya adalah batubara. Bila bahan baku digantikan oleh gas maka biayanya akan meningkat. Oleh karena itu, PT PLN membuat kebijakan agar dicampur sehingga masyarakat tetap bisa mendapatkan listrik dengan harga yang terjangkau”, jelas Prof. Sanggono.
Pada sektor transportasi, Prof. Sanggono mengatakan bahwa gas alam adalah solusi bersih dan efisien menuju mobilitas berkelanjutan. Keunggulan gas alam sebagai bahan bakar transportasi antara lain adalah sebagai berikut:
1. Ramah lingkungan: pengurangan emisi CO2 hingga 30% dibandingkan dengan diesel, emisi partikulat dan Nox hingga 90% lebih rendah, dan bebas sulfur;
2. Efisiensi dan ekonomis: biaya perawatan mesin menjadi lebih rendah, 10-15% dibandingkan bensin dan 12% dibandingkan dengan diesel;
3. Performa mesin unggul: rasio kompresi tinggi (120-130), artinya pembakaran lebih efisien dan efisiensi termal lebih tinggi, 35-38% dibandingkan dengan bensin.
Prof. Sanggono juga menyampaikan bahwa gas alam memiliki potensi besar sebagai bahan baku petrokimia bernilai tinggi. “Gas alam atau metana akan memiliki nilai jual yang tinggi apabila diubah menjadi komoditi petrokimia misalnya metanol dan syngas. Metanol dan syngas ini dapat diolah lebih lanjut menjadi MTBE, olefin, bensin, dan lain-lain. Oleh karena itu, produksi metanol dari gas alam tidak hanya meningkatkan kemandirian energi, tetapi juga memperkuat rantai pasok biodiesel,” tuturnya.