Dosen Meteorologi ITB Ungkap Fakta Banjir Bekasi 2025: Tanggul Tak Lagi Cukup

Oleh Mely Anggrini - Mahasiswa Meteorologi, 2022

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Gambar kiri menunjukkan posisi regional kawasan Jabodetabek dan kecamatan-kecamatan yang mengalami genangan (berwarna merah muda) dengan fokus pada area banjir di Kota Bekasi. Gambar kanan memperbesar estimasi wilayah terdampak, memperlihatkan sebaran titik lokasi banjir (titik oranye), dan keberadaan dan estimasi ketinggian tanggul sungai (garis merah).
BANDUNG, itb.ac.id – Pada awal Maret 2025, wilayah Bekasi dilanda banjir besar akibat hujan ekstrem yang berlangsung sejak sore hingga pagi. Menanggapi kejadian ini, dosen Kelompok Keahlian Sains Atmosfer Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Dr. Edi Riawan, S.Si., M.T., bersama tim melakukan kajian cepat melalui survei lapangan dan simulasi numerik untuk memahami penyebab dan dinamika banjir.

Informasi yang digali tim dari berbagai media mengungkapkan bahwa banjir tidak hanya melanda Bekasi, tetapi juga merambah Jakarta dan Karawang. Berdasarkan survei lapangan di 171 titik banjir di Bekasi, ketinggian genangan banjir mencapai 3,32 meter, meliputi area seluas sekitar 380 hektare. Menariknya, hampir seluruh wilayah terdampak telah diproteksi oleh tanggul dengan ketinggian antara 0,95 hingga 3 meter, tetapi tidak ditemukan kasus jebolnya tanggul seperti pada banjir besar tahun 2020, hanya terdapat kebocoran kecil di beberapa titik.

Berdasarkan hasil survei dan data sekunder lainnya, tim melakukan simulasi numerik menggunakan model hidrologi dan hidraulik untuk mengungkapkan fakta yang tidak ditemukan di lapangan. Model yang telah dikalibrasi selanjutnya digunakan untuk menyimulasikan kondisi banjir dan mendapatkan dua fakta utama yaitu: banjir terjadi dengan luas mencapai 720 hektare dengan durasi yang lama, debit puncak bertahan selama 15 jam dari pukul 03.00 hingga 18.00. Banjir yang menyebar luas dan durasi yang lama ini diduga memiliki kaitan erat dengan keberadaan infrastruktur sungai di Kali Bekasi yaitu tanggul di sepanjang aliran Sungai Bekasi dan keberadaan Bendung Bekasi. Berbeda dengan tanggul yang berfungsi untuk mencegah terjadinya banjir, Bendung Bekasi berfungsi untuk mengatur pasokan air dari Kali Malang ke DKI Jakarta. Simulasi numerik dilakukan untuk menggali lebih lanjut peranan kedua infrastruktur sungai tersebut terhadap kejadian Banjir Bekasi 2020. Tiga skenario simulasi dilakukan untuk mengevaluasi hal tersebut, yaitu simulasi banjir (1) tanpa bendung (Bendung Bekasi) dan tanggul, (2) dengan bendung saja, serta dengan (3) bendung dan tanggul.

Visualisasi hasil simulasi banjir pada beberapa skenario, yaitu tanpa tanggul dan bendung, ada bendung, serta dengan tanggul dan tanpa bendung.

Hasil simulasi yang dilakukan tim menunjukkan bahwa ketinggan genangan banjir tanpa Bendung Bekasi dan tanggul (skenario 1) menghasilkan ketinggian banjir maksimum yang lebih rendah (2,27 m) dan luas rendaman yang lebih kecil (476 hektare). Bendung Bekasi (Skenario 2) berperan memperlambat aliran sungai sehingga menghasilkan ketinggian banjir maksimum yang lebih tinggi (2,58 m) dan genangan yang lebih luas (594 hektare) dan waktu yang diperlukan banjir untuk surut menjadi semakin lama. Pada area yang terdampak banjir, air menjadi semakin sulit untuk surut karena terhalang oleh keberadaan tanggul sungai (Skenario 3) sehingga banjir mencapai luasan paling besar (720 hektare) dan ketinggian maksimum mencapai 3,51 m. Berdasarkan hasil simulasi ini, diduga bahwa tanggul tidak mampu menampung debit banjir pada kejadian banjir 4 Maret 2025 dan dampak banjir diperparah akibat perlambatan aliran sungai karena keberadaan Bendung Bekasi dan banjir menjadi sulit untuk surut setelah melewati tanggul.

Selain peranan dari bendungan dan tanggul, tim juga mengevaluasi dua faktor lain yang diduga memperparah terjadinya banjir, yaitu karakteristik hujan yang terjadi dan alih fungsi lahan.

Plot sekuensial kondisi curah hujan berdasarkan data radar dari platform Windy, ditampilkan per jam mulai dari pukul 17.00 WIB tanggal 3 Maret hingga 06.00 WIB tanggal 4 Maret 2025. Garis merah menunjukkan pergerakan sistem hujan, dengan intensitas curah hujan divisualisasikan menggunakan gradasi warna (warna biru menunjukkan curah hujan rendah dan warna kuning hingga ungu menunjukkan intensitas yang semakin tinggi).

Banjir tahun 2025 dan 2020 memiliki karakteristik yang berbeda. Tahun 2020, banjir besar dipicu oleh hujan di wilayah hilir, sehingga memunculkan kombinasi banjir perkotaan dan banjir sungai. Sementara itu, pada 2025, hujan lebat di hulu yang bergerak ke arah hilir menjadi penyebab utama banjir. Analisis curah hujan menunjukkan bahwa pada 3 Maret 2025, hujan deras mulai turun di bagian hulu DAS Bekasi sekitar pukul 17.00 WIB. Seiring waktu, hujan bergerak ke arah hilir dan mencapai puncaknya secara merata antara pukul 00.00 hingga 03.00 WIB pada 4 Maret, sebagaimana terkonfirmasi dari data radar Windy. Pola propagasi hujan ini dapat berperan dalam memperparah akumulasi debit air di hilir sungai sebagaimana teori yang pernah diungkapkan dalam penelitian de Lima dan Singh (2003), walaupun hal ini masih perlu diteliti dan disimulasikan lebih lanjut.

Dalam lima tahun terakhir, Bekasi telah mengalami dua banjir besar, yakni pada tahun 2020 dan 2025. Walaupun keduanya disebabkan oleh hujan ekstrem, perbedaan pola curah hujan serta dampak yang ditimbulkan menunjukkan adanya perubahan nyata dalam karakteristik DAS Bekasi yaitu alih fungsi lahan.

Data tutupan lahan penelitian Potapov dkk., 2022, mulai tahun 2000-2020 dan dilanjutkan dengan data sentinel tahun 2024.
Sub-DAS Cikeas diketahui mengalami alih fungsi lahan lebih besar dibandingkan Sub-DAS Cileungsi. Alih fungsi ini berkontribusi terhadap peningkatan debit banjir dan sedimentasi, yang keduanya memperparah risiko banjir. Perubahan tutupan lahan ini berlangsung perlahan, dengan laju kurang dari 1% per tahun, sehingga dampaknya pun terasa secara bertahap. Data menunjukkan bahwa area permukiman di DAS Bekasi bertambah dari 24% pada tahun 2000 menjadi hampir 42% pada tahun 2024.

”Ini bukan kesimpulan yang cukup matang dengan waktu kajian yang tidak terlalu panjang, namun setidaknya kita bisa ambil pelajaran dari kejadian di Bekasi ini, semoga bermanfaat untuk langkah mitigasi ke depannya dalam meminimalisir risiko kejadian banjir yang terjadi di Bekasi,” ujar Dr. Edi.

Penelitian ini, meskipun masih merupakan studi awal dengan keterbatasan data, memberikan gambaran penting tentang tantangan baru yang dihadapi DAS Bekasi. Integrasi antara pembangunan infrastruktur fisik, pelestarian lingkungan, dan sistem mitigasi berbasis data menjadi kunci untuk membangun ketahanan wilayah terhadap banjir di masa depan. Kolaborasi yang kuat antara peneliti, praktisi, pemerintah, dan masyarakat luas sangat diperlukan untuk mewujudkan pengelolaan banjir yang lebih efektif dan berkelanjutan di wilayah Bekasi dan sekitarnya.

Reporter: Mely Anggrini (Meteorologi, 2022)

#banjir #fitb #bencana alam