Kisah Eunike Lois Subiakto: Wisudawan Magister di Usia 22 Tahun, Angkat Penelitian Mengenai Pencegahan Stunting dari ASI
Oleh Indira Akmalia Hendri - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021
Editor Anggun Nindita

BANDUNG, itb.ac.id - Ada banyak cerita dari Wisuda Kedua Tahun Akademik 2024/2025 Institut Teknologi Bandung (ITB), yang digelar pada Jumat-Sabtu (25-26/4/2025) di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga). Salah satunya adalah Eunike Lois Subiakto, perempuan 22 tahun yang namanya dipanggil sebagai wisudawan termuda pada jenjang magister.
Lois, begitu sapaan akrabnya, menyelesaikan pendidikan magisternya di Program Studi Bioteknologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB, dengan langkah akseleratif yang tak biasa. Ia menamatkan SMA hanya dalam dua tahun, dan langsung melanjutkan studi sarjana di Program Studi Mikrobiologi ITB pada 2019. Di semester tujuh, akhirnya dia mengambil keputusan besar, yakni mengikuti program fast track untuk langsung melanjutkan ke jenjang magister.
“Keputusan untuk melanjutkan S-2 dilatarbelakangi oleh masih banyaknya hal yang ingin saya pelajari. Saat awal kuliah dulu, semuanya serba terbatas karena pandemi. Padahal, kami di program studi Mikrobiologi harus ngelab. Karena itulah ada banyak materi yang saya pahami agak terlambat, dan keputusan untuk lanjut S-2 juga sebagai momen untuk belajar lebih lagi” ungkapnya.
Penelitiannya dalam tesis berangkat dari sesuatu yang begitu dekat dengan kehidupan, yakni air susu ibu (ASI). Dia menekankan bahwa ASI tidak hanya kaya akan nutrisi, tetapi juga mengandung probiotik yang jika dikonsumsi dalam jumlah cukup dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Penelitian ini berfokus pada potensi senyawa antibakteri (bakteriosin) dalam probiotik ASI untuk menghambat pertumbuhan patogen penyebab gangguan usus, sebagai salah satu upaya pencegahan stunting pada anak.
Salah satu pengalaman yang paling berkesan selama pengerjaan tesis adalah intensitas aktivitas di laboratorium yang cukup tinggi, hingga sering kali harus menginap. Kebersamaan selama di laboratorium dengan rekan-rekan mahasiswa lainnya serta petugas keamanan turut menjadi momen penting yang mempererat tali persaudaraan. Suasana kekeluargaan dan dukungan dari sesama membuat proses penelitian menjadi lebih bermakna dan berkesan.
“Walaupun masing-masing memiliki tekanan dan tantangan tersendiri, kami saling menguatkan satu sama lain,” ujarnya.
Pengalaman tersebut membentuk karakternya dalam menghadapi berbagai tantangan akademik maupun nonakademik. Ia menilai dukungan dari lingkungan sekitar, baik dari institusi maupun keluarga, menjadi kunci penting dalam perjalanan studinya.
Tak lupa, dia pun menyebut sejumlah nama penting dalam perjalanan akademiknya.
“Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada ITB dan para dosen, khususnya, Bu Pingkan Aditiawati dan Bu Kamarisima selaku dosen pembimbing saya, yang telah memberi kesempatan untuk menimba ilmu, berpikir kritis, serta menjadi pribadi yang adaptif. Terima kasih karena telah memberikan pembelajaran tidak hanya secara akademik, tetapi juga nonakademik yang berkualitas, serta menanamkan semangat untuk tidak cepat puas atas setiap capaian. Saya juga sangat berterima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan memastikan kondisi fisik dan mental saya tetap sehat," ucapnya.
Selain itu, terdapat satu sosok lainnya yang cukup membekas dalam perjalanan akademiknya ini, beliau adalah Ridwan Alwi yang merupakan petugas keamanan di SITH ITB.
"Tidak lupa, saya berterima kasih kepada Pak Ridwan Alwi, petugas keamanan SITH yang saya anggap sebagai orang tua kedua selama di SITH, yang selalu memastikan saya dalam keadaan sehat,” tutupnya.
Di balik gelar magister yang ia genggam di usia belia, tersimpan kisah ketulusan, kerja keras, dan dukungan yang membuatnya tidak sekadar menggapai kelulusan, tapi tumbuh menjadi ilmuwan muda yang tangguh.
Reporter: Indira Akmalia Hendri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021)