Rumah Amal Salman-SAPPK ITB Bangun Masjid Ramah Gempa di Kertasari, Rektor: Kampus Harus Berdampak
Oleh M. Naufal Hafizh, S.S.
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

KABUPATEN BANDUNG, itb.ac.id – Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T., meresmikan Masjid Al-Hidayah Salman bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, dan sejumlah pihak lainnya, di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Sabtu (10/5/2025). Masjid berkonsep ramah gempa tersebut dibangun Rumah Amal Salman yang bekerja sama dengan para arsitek dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB.
Pada 18 September 2024, Masjid Al-Hidayah terdampak gempa bumi 5,0 magnitudo yang mengguncang wilayah Kabupaten Bandung. Kerusakan terjadi di hampir seluruh bagian, mulai dari genteng, keretakan parah di tembok utama, dan struktur tiang tidak lagi berdiri secara stabil. Akibatnya, masjid—yang menjadi pusat kegiatan warga dari tiga RW dengan jumlah jamaah aktif mencapai 150 orang—ini tidak aman digunakan salat berjemaah hingga pengajian. Sejak September 2024, Rumah Amal Salman melakukan kegiatan penanganan tanggap darurat bencana, mendampingi warga, dan membangun 13 shelter untuk tempat tinggal sementara warga.
Prof. Tata dalam sambutannya mengatakan, pembangunan masjid ini menjadi salah satu implementasi ITB yang berdampak dan berkontribusi bagi masyarakat.
“ITB adalah kampus milik bangsa. ITB ingin menjadi kampus kelas dunia namun juga berdampak bagi masyarakat. Jadi, ilmu yang ada harus implementatif dan diturunkan ke masyarakat. Semoga apa yang dilakukan menjadi amal jariyah yang tidak putus,” ujarnya.
Ketua Pengurus Rumah Amal Salman, Ir. Mipi Ananta Kusuma, menjelaskan bahwa pembangunan masjid dimulai sejak awal 2025. Konsep konstruksinya dirancang agar kokoh, ramah gempa, sekaligus memiliki estetika desain yang modern. Masjid ini dilengkapi fasilitas pendukung untuk menunjang kenyamanan kegiatan ibadah dan sosial keagamaan masyarakat. Salah satunya lantai parket dari kayu jati solid diharapkan memberi kenyamanan di pedesaan dengan ketinggian 1.500 m.
“Gempa bumi yang terjadi September tahun lalu seolah membawa kegelapan, namun masjid baru ini, insya Allah, akan membawa cahaya, baik secara harfiah maupun kiasan. Membawa cahaya harapan bagi warga dan seluruh pengunjung pedesaan yang indah ini,” ujarnya.
Beliau mengatakan, selain menjadi tempat ibadah, masjid ini ini akan difungsikan sebagai pusat kegiatan sosial, pendidikan Islam, dan pemberdayaan masyarakat. Di masa depan, masjid diharapkan menjadi ikon arsitektur modern yang membanggakan warga setempat.
Masjid Ramah Gempa, Konsep Sederhana yang Estetik
Dr.Ing. Andry Widyowijatnoko, S.T., M.T., arsitek ITB, menyampaikan konsep ramah gempa Masjid Al Hidayah diterjemahkan dengan struktur rangka beton bertulang yang memenuhi perhitungan ketahanan terhadap gempa. Bentang dibuat tidak terlalu besar, yang terpanjang di ukuran 7,15 meter, sehingga bangunan masjid sangat aman terhadap gempa. Konstruksi masjid menggunakan bata dengan rangka beton bertulang, serta struktur atap baja ringan dan kusen alumunium yang aman untuk digunakan.
“Konsep bangunan masjidnya adalah kesederhanaan desain, namun tetap memperhatikan kenyamanan jemaah,” ujarnya.
Beliau menambahkan, ruang masjid mempertahankan konsep ruang masjid yang lama, yakni terdapat ruang utama masjid yang dapat ditutup rapat sebagai tempat salat utama yang dikelilingi oleh selasar yang menjadi tempat perluasan salat. Ruang utama masjid bisa ditutup rapat agar bisa mempertahankan kondisi yang hangat karena kondisi iklim di Kertasari yang relatif dingin.
Selain itu, keunikan lainnya masjid ini adalah cahaya lampunya yang terang benderang, menambah keestetikan masjid di malam hari. Meski begitu, terangnya cahaya lampu tetap aman untuk kenyamanan mata dan aktivitas jemaah sehari-hari.