PRIMA x CEO Summit ITB 2025 Dorong Inovasi Industri Hayati dan Teknologi Ketahanan
Oleh Azarine Faustina Aurellia - Teknik dan Manajemen Industri, 2022
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id – Pameran Hasil Riset, Inovasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (PRIMA) x CEO Summit ITB 2025 menggelar diskusi panel dengan tema bio industry dan resilience tech di Aula Timur, ITB Kampus Ganesha, Selasa (16/12/2025).
Salman Subakat, CEO PT Paragon Technology and Innovation, menekankan pentingnya inovasi dan talent management dalam mengelola organisasi.
“Inovasi produk hanya salah satu dari sepuluh jenis inovasi, seperti struktur, kerja sama, membangun talent, dan pricing. Sering kali energi terfokus pada inovasi produk, padahal seharusnya seluruh jenis inovasi bisa berjalan secara beriringan,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. apt. Neni Nurainy, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Translasi Produk Life Science PT Bio Farma, membahas adanya sepuluh tren dalam industri farmasi, seperti genomic medicine, neuroteknologi, nanoteknologi, imunoterapi, kedokteran regeneratif, penelitian mikrobioma, 3D printing, pengobatan gaya hidup dan nutrisi personal, AI dan machine learning, serta telemedicine.
“Traditional biopharma dapat dikalahkan melalui breakthrough innovation, di antaranya pencegahan dan deteksi dini, customized treatments, curative therapies, serta digital therapeutics seperti intervensi digital untuk mengubah gaya hidup. Selain itu, ada juga precision intervention, contohnya operasi dengan bantuan robot,” tuturnya.
Sahat Sihombing, Direktur Utama PT Indofarma, juga memaparkan terkait tantangan dalam sektor kesehatan di Indonesia, seperti keterbatasan akses obat-obatan dan tenaga ahli kesehatan utamanya di Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
“Oleh karena itu, PT Indofarma menghadirkan inovasi produk Multi Parameter Telehealth Vitalsign Monitoring System, yang telah diuji di berbagai kota di Indonesia dan sudah mendapatkan sertifikasi dari Sucofindo dan Kementerian Kesehatan. Dengan demikian, tenaga kesehatan di daerah 3T dapat mengirimkan hasil kondisi kesehatan pasien ke rumah sakit rujukan,” katanya.
Dari sisi akademisi, Dosen Kelompok Keahlian (KK) Manajemen Sumber Daya Hayati, Prof. Ir. Ramadhani Eka Putra, S.Si, M.Si, Ph.D., menjelaskan proses pengembangan ProdiB+ Propolis untuk kasa luka siap pakai yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.
“Riset awal dimulai pada 2019. Produknya didesain oleh FSRD, jenis kasa yang digunakan dan formulasi akhir dari SF, model bisnis ditetapkan oleh SBM, sedangkan mesin pelapis kain dan ekstraksi propolis dikembangkan oleh FTMD. Kami berhasil bekerja sama dengan 15 Ph.D., dan berhasil menghasilkan produk dengan harga Rp15.000,” katanya.
Pada akhir sesi diskusi panel kedua, Melia Famiola, S.T.P., M.T., Ph.D, Deputi Direktur Pengembangan Usaha Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi ITB sekaligus moderator sesi diskusi panel, menyimpulkan bahwa kemampuan dalam berkolaborasi serta kemampuan untuk melihat peluang dari masalah merupakan hal yang penting dalam pengembangan inovasi.







