Psychological First Aid 2025, Dukung Adaptasi Mahasiswa Baru dengan Keterampilan Kelola Stres
Oleh Najwa Zati Hulwani - Mahasiswa Teknologi Pascapanen, 2021
Editor Anggun Nindita

Psychological First Aid 2025 di Auditorium GKU 2 ITB Jatinangor, Kamis (21/08/2025). (Dok. Youtube ITB)
JATINANGOR, itb.ac.id – Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa) ITB melalui Bimbingan Konseling (BK) ITB menyelenggarakan Psychological First Aid (PFA) 2025 bagi mahasiswa baru angkatan 2025, pada Kamis (21/8/2025) di Auditorium GKU 2 Kampus ITB Jatinangor dan disiarkan secara daring melalui Zoom dan YouTube.
Dengan mengusung slogan “Sambut Peran Baru dengan Langkah Penuh Makna”egiatan ini bertujuan membantu mahasiswa menghadapi tantangan stres serta proses adaptasi di lingkungan kampus.
Acara dibuka dengan sambutan dari Direktur Kemahasiswaan ITB, Prof. Dr. apt. Muhamad Insanu, S.Si., M.Si. Ia menekankan pentingnya kesiapan mental dalam masa transisi dari SMA ke perguruan tinggi.
“Kami menyadari bahwa perubahan ini penuh tantangan psikologis. Melalui kegiatan ini, kami berharap mahasiswa baru memiliki bekal untuk mengelola stres, beradaptasi dengan baik, dan meraih kesuksesan akademik,” ujarnya.
Sambutan dari Direktur Kemahasiswaan ITB Prof. Dr. apt. Muhamad Insanu, S.Si., M.Si., Kamis (21/08/2025). (Dok. Youtube ITB)
Pada sesi pertama, Psikiater RS Unpad, dr. Angke Rafalrizki, Sp.Kj., M.Sc., membahas hubungan antara stres dan performa melalui Inverted U Model of Stress. Ia menjelaskan bahwa performa optimal tercapai ketika stres berada pada tingkat seimbang.
“Stres yang terlalu rendah bisa menimbulkan rustout (apatis dan bosan), sementara stres yang berlebihan dapat memicu burnout seperti mudah marah, sulit tidur, bahkan kecelakaan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti dampak fisiologis stres. Stres jangka pendek memicu respons fight or flight, sementara stres kronis meningkatkan pelepasan hormon kortisol yang berisiko menyebabkan obesitas. Berdasarkan data epidemiologi, dr. Angke mengingatkan bahwa “satu dari lima mahasiswa mengalami gangguan mental dalam 12 bulan terakhir.”
Materi kedua dibawakan oleh Psikolog Bimbingan Konseling ITB, Yefentriawati Kasdi, S.Psi., M.Psi. Ia menjelaskan bahwa PFA adalah bentuk perawatan dasar untuk menstabilkan emosi. Dari survei internal, sebanyak 28% mahasiswa baru ITB mengaku merasa lelah dan stres, terutama akibat adaptasi dan rasa rindu kampung halaman.
Penyampaian materi mengenai pentingnya PFA oleh Psikolog Bimbingan Konseling ITB Yefentriawati Kasdi S.Psi., M.Psi. (Dok. DKHM ITB/Hari Purnama)
Yefentriawati juga menguraikan U-Curve Adaptation Theory yang menjelaskan fase honeymoon hingga culture shock pada mahasiswa rantau. Ia menekankan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Sebagai bekal praktis, ia memperkenalkan prinsip PFA 3L (Look, Listen, Link) dan mengajak peserta mempraktikkan teknik relaksasi seperti Butterfly Hugs, Grounding, dan Deep Breathing.
Di akhir acara, Ketua Pendamping Sebaya ITB (PSITB), Sultaniah Yaomi Saputri, memperkenalkan peran PSITB sebagai teman cerita bagi mahasiswa. Berangkat dari pengalamannya sebagai perantau, ia menganalogikan tantangan kuliah seperti rumus fisika, di mana kapasitas diri harus ditingkatkan agar tidak mengalami overload.
PSITB, menurutnya, merupakan wadah mahasiswa yang telah mendapatkan pelatihan profesional dari psikolog ITB. Mereka siap mendampingi teman sebaya secara anonim dan tersebar di seluruh fakultas maupun kampus ITB.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa baru diharapkan memiliki pemahaman dan keterampilan awal untuk menjaga kesehatan mental. Hal ini menjadi wujud komitmen ITB dalam menciptakan lingkungan kampus yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga suportif dan sehat secara psikologis bagi seluruh warganya.