Kisah Inspiratif Dr. Suliskania Nurfitri: Anak Tendik ITB yang Tembus S3 di Jerman dan Raih Dana Riset Internasional

Oleh Mely Anggrini - Mahasiswa Meteorologi, 2022

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Dosen Program Studi Oseanografi ITB, Dr. Suliskania Nurfitri di Zugspitze, Jerman. (Dok. Pribadi)

BANDUNG, itb.ac.id - Mengawali langkah dari lingkungan akademik ITB sejak masa kecil, dosen Program Studi Oseanografi ITB, Dr.rer.nat. Suliskania Nurfitri, S.Si., M.Si., kini telah menempuh perjalanan panjang sebagai akademisi dan peneliti. Lahir dari keluarga tenaga kependidikan ITB, semangat belajarnya tumbuh sejak dini dan terus mengakar kuat.

Dari bangku S1 hingga meraih gelar doktoral di Jerman, beliau konsisten menapaki jalur pendidikan dan riset yang membawanya menjadi dosen sekaligus peneliti di bidang ekosistem laut. Salah satu tonggak penting dalam perjalanannya adalah keberhasilannya meraih pendanaan riset internasional dari The Asahi Glass Foundation, Jepang, untuk studi mengenai klorofil-a dan perubahan iklim.

Berikut ini sejumlah momen penting yang menandai perjalanan inspiratif Dr. Suliskania.

1. Riset tentang Klorofil-A dan Iklim Dapat Pendanaan dari Jepang

Dr. Suliskania pada The European Geoscience Union (EGU) General Assembly 2019 Vienna (Dok. Pribadi)

Pada tahun 2025, Dr. Suliskania menerima kabar membahagiakan. Risetnya mengenai klorofil-a dan perubahan iklim mendapatkan pendanaan dari The Asahi Glass Foundation, sebuah lembaga bergengsi asal Jepang yang mendukung penelitian orisinal di bidang ilmu pengetahuan alam. Penelitian ini akan dilakukan bersama koleganya, Saat Mubarrok, Ph.D., dan menggunakan data CMIP6-model iklim global yang mampu menunjukkan data hindcast dan memproyeksikan skema perubahan iklim hingga tahun 2100.

Beliau berfokus menganalisis perubahan klorofil-a di laut selatan Jawa sebagai indikator produktivitas primer ekosistem laut. Wilayah ini dipilih karena dikenal sangat produktif akibat sistem upwelling yang kuat. Data yang digunakan sangat besar dan kompleks, sehingga ia menggandeng BRIN serta kolega lain untuk mendukung kolaborasi riset tersebut. Bagi Dr. Suliskania, pendanaan riset ini bukan hanya sebuah prestasi pribadi, melainkan juga gerbang menuju peluang riset internasional yang lebih luas.

2. Anak Tenaga Kependidikan ITB yang Tumbuh Bersama Mimpi Ayahnya

Dr. Suliskania pada The 4th MSAT & PIT ISOI XIX Tahun 2023 di Bandung. (Dok. Pribadi)

Sejak kecil, Dr. Suliskania sudah akrab dengan suasana kampus ITB. Ayahnya, yang merupakan tenaga kependidikan di SAPPK ITB (pensiun di tahun 2021), sangat menanamkan semangat bahwa ITB adalah kampus terbaik di Indonesia. Setiap akhir pekan, ia diajak mengunjungi kampus. Bagi sang ayah, pendidikan adalah prioritas utama. Maka ketika Dr. Suliskania diterima di ITB melalui jalur beasiswa peminatan, itu menjadi momen yang sangat berarti bagi keluarga.

Meski awalnya ingin masuk Program Studi Teknik Geologi, Dr. Suliskania akhirnya terjun ke program studi oseanografi sebagai pilihan akhirnya.

"Saya senang sesuatu yang bisa kita lihat di alam, karena selama ini kan kalau kita belajar di kelas, ditunjukkan rumusnya seperti ini dan seperti itu. Kalau di Oseanografi, saat di ajak ke lapangan, langsung ditunjukkan fenomenanya. Misalnya belajar persamaan arus, di lautan itu bisa kita lihat secara langsung," ujarnya.

3. Menempuh S3 di Jerman dengan Beasiswa DAAD

Dr. Suliskania pada The European Geoscience Union (EGU) General Assembly 2019 Vienna (Dok. Pribadi)

Setelah menyelesaikan program fast track S1-S2 di ITB, Dr. Suliskania memutuskan untuk mengejar gelar doktoral di Jerman. Tahun 2016 dihabiskan untuk persiapan intensif, mulai dari persiapan tes IELTS, mencari profesor pembimbing, menulis proposal, dan mendaftar beasiswa. Perjuangannya membuahkan hasil: ia meraih beasiswa DAAD dan diterima di Universitas Hamburg, dibimbing oleh PD Dr. Thomas Pohlmann.

Proses adaptasi di Jerman pun tidak mudah. Ia harus belajar bahasa Jerman untuk kebutuhan sehari-hari, meskipun kuliah dan riset dilakukan dalam bahasa Inggris. Ia tinggal di Berlin untuk kursus bahasa selama 4 bulan (Juni-September 2017), kemudian memulai studi doktoralnya pada Oktober 2017 dan lulus pada bulan Desember 2021.

“Itu benar-benar pengalaman yang sangat berharga dan saya ketemu kolega-kolega dari negara lain. Suatu experience yang tidak bisa saya dapatkan di Indonesia,” kenangnya.

4. Menjadi Dosen Muda, Menemukan Jati Diri sebagai Pengajar dan Peneliti

Pemaparan Dr. Suliskania pada Pengabdian Masyarakat Program Studi Oseanografi ITB di Pameungpeuk, Garut pada tahun 2024. (Dok. Pribadi)

Setelah kembali ke Indonesia pada 2022, Dr. Suliskania mulai aktif mengajar di ITB. Mata kuliah yang ia pegang antara lain Metode Numerik untuk Oseanografi, Komputasi Oseanografi, Pengantar Pemodelan Ekosistem Laut, dan Fisika Matematika untuk Oseanografi sebagai bidang yang sangat berkaitan dengan pemodelan laut. Meski sempat canggung mengajar daring di awal masa pasca-pandemi, kini ia merasa semakin menikmati proses belajar-mengajar.

“Kalau disuruh pilih, saya paling menikmati mengajar,” ujarnya.

Menjadi dosen bukan hanya soal berbagi ilmu, tetapi juga mendampingi mahasiswa menemukan arah mereka. Di sela aktivitas mengajar, ia tetap aktif menulis paper, bekerja sama dengan kolega, dan membimbing tugas akhir mahasiswa.

5. Kilas Balik Kehidupan saat Menempuh Perkuliahan, Aktif menjadi Asisten Dosen

Kegiatan Dr. Suliskania pada Disputasi S3 di Jerman secara daring. (Dok. Pribadi)

Saat menempuh bangku perkuliahan, Dr. Suliskania selalu mengambil kesempatan untuk menjadi asisten dosen setiap kali ada peluang. Baginya, peran tersebut merupakan cara yang efektif untuk belajar bagaimana mengajar sekaligus memperluas interaksi dengan mahasiswa.

Selain aktif di ruang kelas, pengalaman kuliahnya juga banyak diwarnai dengan kegiatan lapangan. “Jadi anak Oseanografi itu tidak terus-terusan kerja di depan laptop, tapi kita juga turun ke lapangan. Itu yang bikin menyenangkan sejauh ini,” ujarnya.

Jika diberi kesempatan untuk memutar waktu dan kembali ke masa kuliah, ia mengaku sedikit menyesal karena kurang aktif dalam berbagai unit kegiatan mahasiswa. “Saya ikut jadi pengurus GAMAIS fakultas (LDFITB), tapi belum bisa terlalu aktif di banyak unit. Kalau dulu saya lebih aktif ke mana-mana, mungkin sekarang kolega saya bisa lebih banyak lagi,” ujarnya.

Meski begitu, ia tetap mensyukuri seluruh proses yang telah dilaluinya, baik suka maupun duka, karena semua pengalaman itu telah membentuk dirinya hingga berada di titik sekarang.

6. Menjadi Perwakilan Wisudawan Pascasarjana pada Wisuda Oktober 2015

Dr. Suliskania Nurfitri saat menyampaikan pidato wisuda mewakili mahasiswa pascasarjana ITB, 16 Oktober 2015. (Dok. Sains Kebumian FITB ITB)

Pada Wisuda Pertama Tahun Akademik 2015/2016, Dr. Suliskania terpilih menjadi perwakilan wisudawan jenjang pascasarjana untuk menyampaikan pidato di hadapan Rektor ITB, jajaran pimpinan kampus, dan lebih dari 1.200 lulusan. Sebagai lulusan Magister dari Program Studi Sains Kebumian, ia menyampaikan pidato penuh makna yang menyentuh hati para hadirin.

Dalam pidatonya, beliau mengingatkan kepada seluruh wisudawan dan wisudawati tentang pentingnya menjaga kerendahan hati setelah lulus dari kampus ITB. Ia menekankan bahwa kelulusan adalah titik awal untuk mengabdi dan berkarya bagi bangsa, serta bahwa setiap keberhasilan merupakan hasil dari doa dan restu orang tua serta pertolongan Tuhan.

Dr. Suliskania berharap kampus ITB dapat terus senantiasa berkembang sebagai wadah riset/penelitian, pendidikan, serta sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan belajar.

Momen tersebut menjadi salah satu titik awal pengukuhan peran Dr. Suliskania sebagai sosok akademisi yang tidak hanya unggul dalam bidang ilmu, tetapi juga mampu menjadi penyampai pesan moral dan inspirasi bagi generasi muda.

7. Waktu Luang, Kehangatan Rumah, dan Mimpi yang Masih Panjang

Kegiatan Dr. Suliskania pada Survei di Cirebon pada Tahun 2022. (Dok. Pribadi)

Di tengah kesibukannya sebagai dosen dan peneliti, Dr. Suliskania tetap menjaga ruang pribadi yang hangat bersama orang terkasih. Setelah menjadi ibu, prioritasnya di akhir pekan pun bergeser. Waktu luangnya dihabiskan untuk berkumpul bersama keluarga.

Meski tidak memiliki hobi yang sangat spesifik, ia menikmati kegiatan yang membuat pikiran rileks, seperti menonton film dan membaca novel. Kini, waktu untuk hobi memang lebih terbatas, namun ia tetap menyempatkan diri untuk melakukan hal-hal sederhana yang menyenangkan.

Memandang ke depan, Dr. Suliskania memiliki visi yang realistis namun tetap penuh semangat. Ia berharap dalam lima tahun ke depan bisa terus mengembangkan riset, memperluas kolaborasi, dan tentu saja menyelesaikan jenjang akademik tertinggi dengan harapan menjadi guru besar.

“Target saya supaya bisa dapat riset yang lebih banyak lagi. Mudah-mudahan Asahi bisa jadi gerbang pertama dan kesempatan yang bagus untuk saya bisa apply pendanaan riset lainnya,” harapnya.

8. Pesan untuk Generasi Muda: Tidak Ada Riset yang Tidak Signifikan

Kegiatan Dr. Suliskania pada Pengabdian Masyarakat di Pameungpeuk, Garut Tahun 2024. (Dok. Pribadi)

Sebagai pengajar dan peneliti, Dr. Suliskania menyadari bahwa penelitian tak harus menghasilkan temuan yang besar dan sempurna. Namun ia percaya, riset sekecil apapun memiliki kontribusi berarti bagi ilmu pengetahuan. “Jangan berkecil hati dengan topik yang sederhana, namanya topik riset itu tidak pernah ada yang less significant, semuanya significant,” katanya.

Beliau juga mengingatkan mahasiswa agar tidak terlalu menuntut kesempurnaan dalam tugas akhir atau skripsi.

“Tugas Akhir adalah latihan bagi mahasiswa untuk meneliti, gak harus wow banget, tidak ada penelitian yang perfect. Riset itu pasti selalu ada bolongnya. Justru itu kenapa riset selalu berulang, pasti kita akan menyempurnakan lagi dan menyempurnakan lagi. Karena itu, little step sangat penting,” katanya.

Kisah Dr. Suliskania menunjukkan bahwa tekad, ketekunan, dan keyakinan pada proses mampu membuka jalan menuju pencapaian yang bermakna. Dari ruang kelas hingga ruang riset internasional, ia tidak hanya membangun karier, tetapi juga mewariskan semangat bagi generasi muda untuk terus belajar, bermimpi, dan menyelesaikan apa yang telah mereka mulai.

Reporter: Mely Anggrini (Meteorologi, 2022)

#itb berdampak #kampus berdampak #itb4impac #diktisaintek berdampak #profil dosen #kisah inspiratif #suliskania nurfitri #tendik itb #riset internasional