Deteksi Jamur Sawit dengan Machine Learning, Mahasiswa SITH ITB Raih Silver Award Internasional

Oleh Helga Evangelina - Mahasiswa Rekayasa Pertanian, 2021

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Muhammad Fadhiil Hafidz Alfarisy dan Muhammad Arsyad Fajri berfoto dengan medali Silver Award yang diraih dalam ajang International Virtual Competition of Creative & Innovative Idea (IVCCII) 2025.
JATINANGOR, itb.ac.id – Dua mahasiswa Rekayasa Pertanian, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Program Rekayasa (SITH), Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Fadhiil Hafidz Alfarisy dan Muhammad Arsyad Fajri, meraih Silver Award dalam ajang International Virtual Competition of Creative & Innovative Idea (IVCCII) 2025. Kompetisi yang diselenggarakan oleh MNNF Network Malaysia ini berlangsung pada Mei 2025 dan diikuti oleh lebih dari 200 peserta dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei.

Dalam kompetisi tersebut, Fadhiil dan Arsyad mengangkat karya berjudul "Early Detection of Ganoderma boninense Based on Machine Learning Using Soil Physical Parameters". Inovasi ini mengangkat penerapan machine learning untuk deteksi dini jamur Ganoderma boninense, patogen utama penyebab penyakit busuk akar (Basal Stem Rot) pada kelapa sawit.

"Kami memilih topik ini karena sesuai dengan latar belakang keilmuan dan pengetahuan yang telah kami pelajari di jurusan kami, Rekayasa Pertanian. Selain itu, kami juga ingin ikut berkontribusi dalam pengembangan pertanian berkelanjutan melalui inovasi teknologi," ujar Arsyad, Senin (25/6/2025).

Penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Ganoderma boninense merupakan tantangan serius bagi industri kelapa sawit. Jamur ini menyebar secara perlahan dari satu pohon ke pohon lainnya. Sayangnya, gejala penyakit ini sering terdeteksi ketika sudah dalam tahap lanjut sehingga petani kehilangan waktu untuk mencegah penyebarannya.

“Kalau satu pohon sudah terinfeksi, maka kemungkinan pohon-pohon di sekitarnya juga akan ikut terjangkit. Karena itu, diperlukan solusi deteksi dini yang bisa membaca tanda-tanda kemunculan jamur ini dari kondisi tanah,” kata Fadhiil.

Untuk menjawab tantangan tersebut, mereka merancang alat yang dapat memantau kondisi tanah, seperti kelembapan, suhu, dan tingkat konduktivitasnya. Data yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk mengenali tanda-tanda awal kemunculan jamur.

Alat ini mampu memberikan peringatan sebelum penyakit menyerang sehingga petani dapat mengambil langkah pencegahan lebih cepat. Dengan mendeteksi potensi infeksi sebelum gejala terlihat, alat ini membantu menjaga produktivitas kebun dan mendukung pertanian yang lebih berkelanjutan.

Prototipe alat sensor tanah yang dikembangkan oleh Fadhiil dan Arsyad.
Dalam mengembangkan karya ini, Fadhiil dan Arsyad dibimbing oleh dua dosen dari bidang keilmuan yang berbeda, yaitu dari Kelompok Keahlian Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk, Dr. Indrawan Cahyo Adilaksono, S.TP., M.Agr.Sc., serta dari Kelompok Keahlian Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Acep Purqon, S.Si., M.Si., Ph.D. Bimbingan dari dua dosen dengan bidang keahlian yang berbeda ini memperkuat karya mereka karena menggabungkan berbagai sudut pandang keilmuan, mulai dari pertanian hingga teknologi.

Di tengah kesibukan menyelesaikan tugas akhir, mempersiapkan seminar hasil, dan menghadapi sidang sarjana, Fadhiil dan Arsyad tetap meluangkan waktu untuk mengikuti lomba ini. Meski jadwal terasa padat, mereka mampu membagi waktu dengan baik dan tetap fokus mengembangkan karya hingga selesai. Usaha mereka menunjukkan betapa kuatnya semangat dan komitmen untuk terus berkarya, bahkan di tengah masa-masa yang penuh tantangan sebagai mahasiswa tingkat akhir.

Keberhasilan Fadhiil dan Arsyad dalam IVCCII 2025 bukan hanya menjadi kebanggaan pribadi, tetapi juga membuktikan bahwa inovasi anak muda Indonesia mampu bersaing di level internasional, khususnya dalam bidang pertanian berbasis teknologi.

#prestasi mahasiswa #prestasi internasional #rekayasa pertanian #sith #pertanian berkelanjutan #sustainability #inovasi teknologi