105 Tahun PTTI, Menuju Kemandirian dan Inovasi yang Berdampak

Oleh Azka Madania Nuryasani - Mahasiswa Mikrobiologi, 2022

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.


BANDUNG, itb.ac.id – Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Sidang Terbuka Peringatan 105 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia (PTTI) di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Kamis (3/7/2024). Dalam kesempatan tersebut, Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh, DEA., Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (2009-2014) sekaligus Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyampaikan orasi ilmiah dengan tema “Strategi Perguruan Tinggi Menuju Kemandirian dan Inovasi yang Berdampak”.

Technische Hogeschool (TH) yang didirikan pada 3 Juli 1920, 25 tahun sebelum Indonesia merdeka, menjadi cikal bakal ITB. Pendidikan tinggi teknik ini telah melahirkan tokoh-tokoh pergerakan bangsa seperti Soekarno, Djuanda Kartawidjaja, hingga Roosseno Soerjohadikoesoemo. Dari cikal bakal ini, lahir berbagai institusi pendidikan teknik lainnya di Indonesia, seperti ITS (1960), ITERA (2014), dan ITK (2014), serta berbagai fakultas teknik di perguruan tinggi lain. Upaya mendirikan institusi teknologi baru di setiap pulau besar merupakan visi untuk mengembangkan pendidikan tinggi teknik secara merata.

Prof. Nuh menyampaikan bahwa keberlangsungan sebuah perguruan tinggi, khususnya di bidang teknik, sangat bergantung pada kemampuannya dalam memberikan kebermanfaatan. Perguruan tinggi akan tetap bertahan sepanjang mampu memberikan kebermanfaatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini harus bersifat dinamis, mampu memenuhi kebutuhan yang terus berubah seiring waktu dan keadaan, baik kebutuhan yang bersifat tangible (bendawi) maupun intangible (non-bendawi).

Inovasi menjadi kunci untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga untuk menjadi pemenang. Efisiensi, meskipun penting untuk bertahan, tidak akan cukup untuk mencapai kemenangan. Produktivitas yang dirasakan oleh publik jauh lebih penting daripada sekadar efisiensi. Inovasi yang berarti adalah kombinasi antara kebaharuan (novelty) dan kemanfaatan (usefulness).

Prof. Nuh menyoroti bahwa di dunia pendidikan, perlu memahami kebutuhan generasi digital native (mahasiswa saat ini), bukan memaksakan cara pandang digital immigrant (para pendidik). Ilmu-ilmu keteknikan yang bermula dari fundamental seperti Teknik Sipil, Mesin, dan Elektro telah tumbuh dan berkembang, baik secara vertikal maupun horizontal, bahkan berinterkolaborasi dengan disiplin non-keteknikan seperti biomedika. “Intinya ITB sangat terbuka untuk mengembangkan bidang-bidang keilmuan baru baik yang sifatnya interdisiplin maupun multidisiplin. Pendidikan harus relevan dan kontekstual, responsif terhadap perubahan,” ujarnya.

Dalam kegiatan ini, Prof. Nuh mengajak semua pihak berkontemplasi dengan menyatukan dimensi waktu masa lalu (pelajaran yang didapat), masa kini (eksekusi ide), dan masa depan (mempersiapkan serta mengantisipasi). Kontemplasi ini juga melibatkan maksimalisasi ruang dialektika untuk penyempurnaan pandangan, etika, dan moralitas. Ruang dialektika ini sangat penting untuk menyatukan perbedaan dan membangun persatuan, seperti yang terjadi dalam perumusan Pancasila.

Beliau juga menyerukan rethinking tridharma perguruan tinggi. Tridharma (pendidikan, penelitian, dan pengabdian Masyarakat) tidak boleh dilihat secara terpisah (silo), melainkan harus menjadi satu kesatuan yang bermuara pada dampak positif dan kebermanfaatan bagi masyarakat.

Pendidikan adalah sistem rekayasa sosial terbaik, teruji, dan terpuji untuk meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas manusia. Akses pendidikan harus dipastikan untuk semua, termasuk kaum duafa. “Apresiasi diberikan kepada ITB, Pak Rektor yang telah menjemput anak-anak miskin dan memuliakan kaum duafa dengan memberikan akses pendidikan,” tuturnya.

Peningkatan pendidikan tinggi teknik, dengan strategi penambahan institut teknologi di setiap pulau besar, diharapkan dapat meningkatkan jumlah lulusan STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics), yang akan meningkatkan jumlah insinyur, R&D, serta paten. Hal ini akan memperkuat inovasi nasional, menggerakkan ekonomi, dan meningkatkan daya saing bangsa.

Beliau menekankan pentingnya keutuhan dalam bekerja, belajar dari Artificial Intelligence (AI), dan belajar dari praktik terbaik. Bekerja harus melalui empat siklus: ide (man of ideas), realisasi (man of realization), hasil (man of results), dan dampak (man of impact).

Prof. Nuh menegaskan bahwa, "Sedekah terbaik bagi pemimpin bukan uang, tetapi kebijakan." Beliau berharap agar hidup menjadi semakin bermanfaat dan berkah.

#itb berdampak #kampus berdampak #itb4impact #diktisaintek berdampak #ptti #sdg 4 #qualityeducation #sdg 9 #industryinnovationandinfrastructure #sdg 11 #sustainablecitiesandcommunities