Helen Julian, Ph.D., Dosen ITB Peraih 2025 L’Oréal–UNESCO For Women in Science Award: Transformasi Limbah Sawit Menjadi Barang Bernilai Ekonomi Tinggi
Oleh Nattaya Putri Syailendra - Rekayasa Kehutanan, 2022
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id — Helen Julian, Ph.D., dosen Program Studi Teknologi Pangan, Institut Teknologi Bandung (ITB) meraih 2025 L’Oréal–UNESCO For Women in Science Award. Penghargaan bergengsi ini diberikan kepada ilmuwan perempuan dunia yang berkontribusi dalam pengembangan sains dan inovasi, terutama di bidang STEM.
Beliau menceritakan bahwa ketertarikannya pada dunia riset telah tumbuh sejak menempuh pendidikan S1 di Teknik Kimia ITB. Saat itu, beliau mengambil topik teknologi membran untuk tugas akhirnya, yang kemudian bidang ini secara konsisten digelutinya hingga kini.
“Dari sejak S1, saya sudah tertarik pada riset, karena saya menemukan bahwa melakukan riset itu menyenangkan dan penuh rasa penasaran,” ujarnya. Ketertarikan itu mengantarkannya melanjutkan studi S2 di ITB dan UNSW Australia, lalu kembali ke ITB sebagai dosen.

“Riset saya sampai saat ini masih di teknologi membran. Dulu banyak di pengolahan air, dan sekarang karena saya mengajar di Teknik Pangan, saya fokus juga di pengolahan bahan pangan,” ujarnya.
Terpilihnya beliau sebagai penerima For Women in Science Award menjadi momen emosional sekaligus penting baginya. Ia mengaku sempat beberapa kali melamar sebelum akhirnya terpilih pada tahun ini.
“Perasaan saya tentu senang, apalagi award ini cukup bergengsi dan sangat selektif. Award ini berbeda karena ditujukan untuk mendukung peneliti perempuan di bidang STEM, yang jumlahnya masih sangat jauh dibandingkan laki-laki,” ungkapnya. Baginya, ajang ini merupakan ruang bagi women empowerment yang penting untuk memperkuat keterlibatan perempuan dalam dunia penelitian.

“Limbah ini harus diolah sedemikian rupa supaya bisa dibuang dengan aman atau dimanfaatkan lebih lanjut sehingga menghasilkan bahan bernilai tinggi,” ujarnya.
Riset ini dimulai pada 2022 melalui kerja sama dengan peneliti dari BRIN. Kegiatan riset berlangsung hingga 2025 dan merupakan proyek kolaboratif berskala besar. Dalam penelitian ini, teknologi membran dan mikroalga digunakan untuk mengolah air limbah sekaligus menghasilkan biomassa mikroalga bernilai ekonomi.
“Kita menggunakan limbah untuk pembiakan mikroalga, lalu dipanen sehingga menghasilkan biomassa yang berharga. Sementara mikroalga memakan zat organik dalam air limbah, sehingga airnya ikut terolah. Inilah yang dinilai menarik oleh dewan juri,” jelasnya.
Meski menjanjikan, riset ini masih mengalami beberapa tantangan. Kolaborasi tim yang solid menjadi kunci dalam upaya mencapai dua target utama, sehingga air limbah yang benar-benar terolah dan mikroalga yang dapat dipanen dalam jumlah optimal.
“Kami belum bisa mendapatkan kedua hal tersebut secara simultan pada kondisi terbaik yang kami inginkan. Namun, kami semakin dekat pada tujuan,” tambahnya optimistis.
Selain memaparkan perjalanan risetnya, beliau juga berpesan bagi perempuan yang ingin berkarier di bidang STEM. Ia menekankan pentingnya keteguhan dan keberanian menghadapi bias gender yang masih kerap muncul.
“Ada beberapa bias gender dimana perempuan dianggap punya kemampuan di bawah laki-laki. Tapi sebenarnya tidak ada perbedaan kemampuan itu. Saran saya: terus berjuang, terus berusaha, dan enjoy dengan apa yang dilakukan. Jangan pedulikan stereotip, karena perempuan punya kemampuan yang luar biasa,” ujarnya.








