INDDEX 2025: Positive Design, Selaraskan Desain dengan Lingkungan dan Sosial
Oleh Ahmad Fauzi - Mahasiswa Rekayasa Kehutanan, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id – Program Studi Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar talkshow bertajuk “Waste to Resource: Positive Design” di Auditorium Campus Centre Timur, ITB Kampus Ganesha, Jumat (16/5/2025). Workshop ini merupakan bagian dari rangkaian acara INDDEX 2025, pameran karya mahasiswa Desain Produk ITB yang berlangsung pada tanggal 14–16 Mei 2025.
Workshop ini diisi oleh tiga pembicara, yakni Co-Founder Kampung Kollektief, Anastasia Dinda Ciptaviana; Dosen Desain Produk ITB dan Founder of Modultrax, Bismo Jelantik Joyodiharjo, S.Sn., M.Ds.; serta Industrial Designer at Transsion Holding, ID of Innovation Dept., Aristya Rahadian.
Dinda menjelaskan bahwa Kampung Kollektief adalah bagian dari project What If Lab: Sustainable Public Space. Lokasi proyeknya di Kampung Kunir, sebuah kampung yang berada di dekat Kota Tua Jakarta.
Beliau menuturkan Kampung Kunir ini sempat direlokasi untuk proyek pemerintah dan kemudian dibuatkan hunian baru yang bersifat vertikal. “Kampung susun Kunir sebelum penggusuran, mereka sangat suka menanam tanaman. Dengan kampungnya yang hijau, mereka berberat hati untuk meninggalkannya,” tuturnya.
Salah satu proeyk yang dibuat yaitu Rujak Plaza, sebuah public space portabel yang dapat digunakan warga Kampung Kunir untuk bercengkrama bersama sembari menikmati rujak. Terciptanya Rujak Plaza karena keinginan warga untuk memiliki ruang bersama. “Apa yang mereka kangenin dari kehidupan mereka sebelumnya adalah rujak, proses pembuatannya, ngobrolnya,” ujarnya.
Pada Rujak Plaza, terdapat pohon-pohon buah-buahan rujak, kursi, dan lainnya yang dapat dipindahkan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Program ini juga berkolaborasi dengan beberapa pihak lain seperti Wanara Studio, Mortier, dan Kebun Kumara.
Sementara itu, Aristya Rahadian membicarakan tentang positive design pada bidang industri terutama industri elektronik. Positive design merupakan hal yang penting karena memadukan antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi sekaligus. “Bagaimana kita memberikan impact baik pada environment dan memastikan bisnis tetap berjalan. Sustainability sejalan dengan business goals,” ujarnya.
Beliau mencontohkan pada Transsion Holdings, terdapat beberapa aspek yang menggunakan positive design, yakni pada aspek lingkungan dan aspek sosial (user). Contoh pada aspek lingkungan yakni penggunaan material yang ramah lingkungan dan penggunaan listrik yang hemat. Sementara itu, contoh pada aspek sosial adalah desain e-color shift, yakni warna belakang ponsel yang dapat dipersonalisasi menggunakan artificial intelligence (AI).
Beliau menekankan bahwa idealisme itu penting, tetapi juga perlu memahami kebutuhan pengguna dan industri. “Kita di (bidang) desain punya idealisme tetapi kita juga harus paham kebutuhan user dan factory. Kita harus dapat menganalisis dan memahami user," ujarnya.
Adapun Bismo Jelantik Joyodiharjo menyampaikan tentang sebuah laboratorium baru di FSRD ITB bernama DEMAND (Design-based Manufacturing & Development Lab). Laboratorium ini mencakup tiga aspek, yakni climate crisis, responsible design, dan collaborative industry.
Terdapat tiga metode dalam pembuatan sebuah produk yang dinamakan MPS. Metode MPS ini menjadi alternatif pengembangan produk yang luas (tradisi sampai industri) dengan pendekatan Mimicry (Surface, Behavior, Function), Process (Formative, Subtractive dan Additive) serta System (Integral, Modular).
Beliau menjelaskan bahwa alam dapat menjadi sumber inspirasi dari suatu produk. “Semua yang di alam itu ada golden ratio, Fibonacci sequence, dan lain-lain, kita bisa eksplorasi dari situ,” ujarnya.
Beliau juga mencontohkan riset yang menggunakan metode MPS, salah satunya yakni desain sepeda motor bernama Modultrax. Modultrax mendapat penghargaan G-Mark dalam ajang kompetisi tingkat Internasional, Good Design Award 2023 di Tokyo, Jepang, dan diuji coba di salah satu daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) di pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat.
Modultrax ini cocok digunakan pada daerah 3T karena desainnya yang menyesuaikan dengan medan di sana. Selain itu, penggunaan listrik sebagai sumber energi juga sesuai dengan kondisi di sana yang mengalami kelangkaan BBM. “Kita menggunakan EV karena bensin di sana langka, mahal, dan distribusinya lama,” tuturnya.
Reporter: Ahmad Fauzi (Rekayasa Kehutanan, 2021)






