Kuliah Tamu SITH ITB Bahas Penelitian Retraksi pada Ngengat Betina Musim Dingin
Oleh Ahmad Fauzi - Mahasiswa Rekayasa Kehutanan, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Beliau menjelaskan bahwa hal yang melatarbelakangi penelitian ini adalah perbedaan fenotipe antara individu jantan yang memiliki sayap sempurna dan individu betina yang tidak memiliki sayap tidak sempurna.
“Terdapat 126 jenis dari Lepidoptera, dan terdapat setidaknya 26 genus sayap tidak sempurna pada betina, yang diduga merupakan faktor adaptasi terhadap lingkungan yang dingin dan terdapat faktor fungsi reproduksi. Fenomena ini sangat umum tetapi penyebabnya jarang diketahui,” ujarnya.
Salah satu spesies yang memiliki fenomena tersebut adalah Nyssiodes lefuarius. Nyssiodes lefuarius merupakan suatu spesies ngengat (moth) yang muncul di musim dingin, berhibernasi dalam waktu yang panjang dengan betina yang kehilangan sayapnya.
Beliau menuturkan bahwa pada fase pupa, terdapat small wings yang terbentuk pada spesies yang memiliki sayap yang tidak sempurna. “Jika pupa dilihat dari mikroskop elektron, terlihat bahwa sayap betina perlahan makin menghilang, sedangkan sayap jantan perlahan makin membesar,” tuturnya.
“Apa yang terjadi setelah 3 hari? RNA jantan dan betina diekstraksi pada 3 jam, 12 jam, 48 jam, dan 72 jam setelah 20E injection untuk menghentikan dormansi dari pupa. Terlihat bahwa pada jantan dan betina memiliki ekspresi gen yang berbeda,” katanya.
Setelah itu, terdapat dua langkah yang dilakukan, yakni melihat autofagi dan w chromosome gene marker untuk membedakan jantan dan betina. Autofagi adalah mekanisme alami untuk mendegradasi komponen yang tidak dibutuhkan dan disfungsional bekerja sama dengan lisosom. Sementara itu, W chromosome gene marker merupakan penanda gen kromosom yang membedakan antara jantan dan betina.
“Biasanya pada Lepidoptera, kromosom betina adalah ZW, sedangkan jantan adalah ZZ, maka W chromosome gene marker dapat menjadi marker yang efektif,” katanya.
“Kita menganalisis gen yang terekspresi pada gen-gen betina tetapi tidak terekspresi pada gen-gen jantan. Setelah dianalisis secara bioinformatik, 814 gen terekspresi pada betina dan tidak terekspresi pada jantan. Dari 814 gen ini akan diseleksi lebih lanjut. Setelah beberapa proses eliminasi, diperoleh 9 kandidat dan 1 yang akan dipelajari lebih lanjut. Lalu setelah proses panjang, diperoleh W chromosome gene marker,” ujarnya.
Beliau menjelaskan bahwa dengan teknik molekuler, penelitian ini dapat berkontribusi pada dua temuan, yakni 1) Aktivitas gen yang berkaitan dengan autofagi dan apoptosis lebih banyak pada sayap betina; 2) Penemuan W chromosome marker gene sebagai penanda jenis kelamin yang spesifik pada seluruh tingkatan hidup N. lefuarius, yang mewakili serangga betina tak bersayap.

Koordinator mata kuliah BI7000 Kapita Selekta Ilmu dan Teknologi Hayati, Eka Mulya Alamsyah, S.Hut., M.Agr., Ph.D. mengungkapkan bahwa kuliah ini bertujuan memberikan wawasan baik bagi mahasiswa Doktor Biologi maupun mahasiswa SITH pada umumnya. “Tujuannya untuk memberikan wawasan dan pengayaan ilmu pengetahuan bidang ilmu dan teknologi hayati kepada mahasiswa program S3 Biologi khususnya dan mahasiswa SITH pada umumnya” ujarnya.
Reporter: Ahmad Fauzi (Rekayasa Kehutanan, 2021)