Mahasiswa ITB Raih Penghargaan Peneliti Terbaik Nasional IRN 2024-2025, dari Tugas Akhir Menuju Inovasi Pertanian Berkelanjutan
Oleh Atika Widya Nurfaizah - Biomanajemen, 2025
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id – Rosdiana Anjelina, mahasiswa Program Studi Rekayasa Pertanian angkatan 2021, meraih penghargaan sebagai Peneliti Terbaik dalam Program Indofood Riset Nugraha (IRN) 2024–2025. Penghargaan tersebut diberikan pada Kamis (16/10/2025) dalam acara penandatanganan kontrak kerja sama dan penganugerahan penghargaan peneliti terbaik yang diselenggarakan oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk, di Jakarta.
Awalnya, Rosdiana mengenal program IRN melalui publikasi tahunan yang rutin disebarkan di kampus. Selain itu, dukungan dari dosen pembimbing, Sartika Indah Amalia Sudiarto, S.Si., M.Sc., Ph.D., menjadi dorongan besar baginya untuk berpartisipasi.
Dalam penelitiannya, Rosdiana berfokus pada tiga permasalahan utama pertanian Indonesia: praktik monokultur yang berulang, ketergantungan pada pupuk kimia, dan penurunan produktivitas pangan. Untuk menjawab tantangan tersebut, ia menerapkan sistem “Three Sisters”, metode budidaya tradisional yang menanam tiga komoditas, yaitu jagung, kacang panjang, dan labu kuning secara bersamaan di satu lahan.
Ketiga tanaman ini memiliki hubungan ekologis yang saling melengkapi. Jagung berfungsi sebagai penopang, kacang panjang menyuplai nitrogen, dan labu kuning menutup tanah untuk menjaga kelembapan sekaligus menekan pertumbuhan gulma. Sistem ini dikombinasikan dengan pupuk vermikompos, pupuk organik hasil dekomposisi oleh cacing tanah yang kaya nutrisi dan mikroorganisme.
“Aku ingin menunjukkan bahwa pertanian berkelanjutan dapat diwujudkan melalui sistem budidaya yang efisien, produktif, dan ramah lingkungan,” ujarnya.
Penelitian dilakukan selama enam bulan, dari Oktober 2024 hingga April 2025, di lahan pendidikan ITB Kampus Jatinangor. Prosesnya mencakup persiapan lahan, persemaian benih, penanaman bertahap, hingga pemeliharaan intensif menggunakan pestisida nabati dan pupuk organik.

Namun, proses penelitian tidak lepas dari tantangan. “Masa penanaman di lapangan adalah bagian paling menantang. Sinkronisasi tiga tanaman dengan karakter tumbuh berbeda tidak mudah, apalagi cuaca sering berubah. Jagung bisa tumbuh dua kali dari tinggi badan, jadi pengambilan data pun penuh perjuangan,” kenangnya.
Bagi Rosdiana, temuan paling menarik justru datang dari kesadaran akan keseimbangan alami yang tercipta. Sistem ini bekerja bukan karena banyaknya input, tapi karena hubungan ekologinya tepat. Hal ini menjadi pengingat bahwa inovasi kadang lahir dari hal yang paling tradisional, yakni alam itu sendiri.
Ia juga meyakini bahwa sistem Three Sisters berpotensi membantu petani kecil di Indonesia yang memiliki keterbatasan lahan dan sumber daya. Dengan biaya rendah, produktivitas tinggi, serta ketahanan terhadap perubahan iklim, sistem ini dinilai cocok untuk diterapkan di kondisi tropis.
Rosdiana turut menyampaikan apresiasi kepada dua rekan penelitiannya, Paloma Matondang dan Sakura Laila Santoso, yang senantiasa berjuang bersama sejak awal hingga akhir. Penelitian yang awalnya berangkat dari tugas akhir tersebut akhirnya berkembang menjadi sesuatu yang jauh lebih besar dan bermakna.
Penghargaan ini menjadi momentum penting dalam perjalanan akademiknya. Ke depan, Rosdiana berencana melanjutkan risetnya ke tahap yang lebih aplikatif, seperti uji coba di lahan petani kecil atau penerapan dalam program pertanian berkelanjutan berbasis masyarakat.
Bagi Rosdiana, penghargaan ini bukanlah akhir, melainkan langkah awal untuk terus belajar dan berkontribusi. Ia meyakini bahwa riset bukan hanya urusan akademik, tetapi juga cara anak muda bersuara melalui bukti. Semangat meneliti, baginya, tumbuh bukan dari kesiapan penuh, melainkan dari keberanian untuk mencoba.
Reporter: Atika Widya Nurfaizah (Biomanajemen, 2025)







