Membangun Bisnis Lokal: KKN ITB Kembangkan Gula Aren Semut di Desa Legokherang, Kabupaten Kuningan
Oleh Chysara Rabani - Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2022
Editor Anggun Nindita
Kelompok 12 memperkenalkan produk Semugar kepada Rektor ITB, Rabu (27/8/2025). (Dok. Kelompok 12 KKN ITB 2025)
KUNINGAN, itb.ac.id - Kelompok 14 Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2025 Institut Teknologi Bandung (ITB), mengembangkan inovasi produk gula aren semut di Desa Legokherang, Kabupaten Kuningan. Inovasi ini dilakukan lewat program KKN yang berlangsung 5-29 Agustus 2025, sebagai upaya meningkatkan nilai jual komoditas unggulan desa.
Selain gula aren, wilayah tersebut merupakan daerah dengan komoditas unggulan berupa padi, kopi dan kapulaga.
Ketua Kelompok 14, Vincent Chiaronasa Ginting (Teknologi Pasca Panen 2023) menjelaskan bahwa pemilihan fokus pada aren dilatarbelakangi oleh kondisi pengolahan di desa yang masih sangat minim. “Selama ini, aren hanya diolah menjadi gula balok dengan harga jual yang rendah. Kami ingin mengubahnya menjadi gula aren semut supaya harganya lebih tinggi dan memiliki nilai tambah,” ungkap Vincent.

Produk Semugar (Semut Gula Aren) olahan Kelompok 12 KKN ITB 2025. (Dok. Kelompok 12 KKN ITB 2025)
Melalui program bertema bisnis, sebanyak 12 mahasiswa yang tergabung dalam kelompok ini menggagas lahirnya produk Semugar (semut gula aren). Produk ini diklaim sebagai gula aren semut premium dengan butiran halus, rasa manis yang lembut, aroma khas, dan memiliki indeks glikemik lebih rendah dibanding gula pasir.
Tak hanya memproduksi, kelompok ini juga membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) Aren Bumi Lestari sebagai wadah resmi bagi masyarakat dalam mengelola usaha Semugar, sekaligus mengadakan pelatihan manajemen bisnis yang dilengkapi guidebook.

Pelatihan pembuatan Semugar kepada warga Desa Legokherang, Kuningan. (Dok. Kelompok 12 KKN ITB 2025)
Proses pembuatan Semugar dilakukan dengan membawa mesin serbaguna berupa mesin penepung untuk mengoptimalkan hasil produksi. Tahapannya cukup panjang, mulai dari pemasakan gula balok hingga menjadi bubuk kasar, pengayakan, hingga penghalusan kembali menggunakan mesin. Produk akhir kemudian dikemas dalam desain menarik dengan bagian transparan agar konsumen dapat melihat langsung kualitas produk.
“Kami juga melakukan uji laboratorium untuk memastikan kandungan gizi, komposisi, hingga masa kedaluwarsa dari Semugar. Harapannya, produk ini bisa bersaing di pasar dengan label premium,” tambah Vincent.
Program ini berhasil menarik minat masyarakat, bahkan di luar ekspektasi kelompok. Awalnya, mahasiswa sempat ragu apakah warga akan mau melanjutkan produksi, mengingat mayoritas usia penduduk tergolong lanjut. Namun, hasilnya cukup mengejutkan.
“Ternyata banyak warga yang tertarik, bertanya-tanya, bahkan ada empat orang yang kini resmi meneruskan usaha ini. Bagi kami, itu menjadi tanda bahwa program ini mempunyai peluang untuk berkembang lebih jauh,” jelas Vincent.
Selain fokus pada program tematik, kelompok juga berbaur dengan masyarakat melalui berbagai kegiatan non-tema, seperti perayaan lomba 17 Agustus, kerja bakti bersama, hingga mengajar mengaji di madrasah.
Tantangan tentu tetap ada, salah satunya kualitas nira yang menurun akibat musim yang kurang baik. Meski begitu, hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka. “Kami belajar bahwa berkegiatan bersama warga adalah kunci. Dari situ, pendekatan terasa lebih alami, dan kolaborasi pun lebih mudah terjalin,” kata Vincent.
Vincent menegaskan bahwa pengalaman KKN ini memberi pembelajaran berharga, bukan hanya soal inovasi produk, tetapi juga bagaimana membangun sebuah bisnis dari hulu ke hilir.
“Semoga apa yang kami lakukan bisa memberi manfaat besar bagi Desa Legokherang, sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru. Kami juga berharap pengalaman ini jadi bekal bagi kami untuk membangun bisnis sendiri di masa depan,” pungkasnya.






