Orasi Ilmiah Prof. Henry Setiyanto: Sensor Elektrokimia Berbasis Karbon dan Nanokomposit
Oleh Azka Madania Nuryasani - Mahasiswa Mikrobiologi, 2025
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id – Prof. Dr. Henry Setiyanto, S.Si., M.T., Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Sensor Elektrokimia Berbasis Karbon dan Nanokomposit: Pendekatan Multidisiplin Berbasis Material” di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Sabtu (15/11/2025).
Prof. Henry mengatakan bahwa tantangan modern dalam bidang kualitas lingkungan, keamanan pangan, dan kesehatan masyarakat semakin meningkat. Isu keamanan produk dan kesehatan masyarakat merupakan tantangan multidimensi yang menuntut solusi deteksi cepat, akurat, dan ekonomi. Kontaminasi produk konsumsi, baik pangan maupun kosmetik oleh zat berbahaya, serta pemantauan biomarker klinis esensial menjadi fokus utama.
“Untuk menjaga kualitas hidup masyarakat, kita membutuhkan sistem pemantauan yang mampu mendeteksi logam berat, senyawa toksik, biomarker kesehatan, serta komponen aktif dalam produk secara cepat, presisi, dan berkelanjutan,” ujarnya. Hal inilah yang mendorong pengembangan sensor elektrokimia sebagai solusi analitik yang mampu bekerja real-time dan memberikan hasil yang akurat dengan proses preparasi minimal.
Sensor Elektrokimia sebagai Solusi Analitik Modern
Sensor elektrokimia bekerja berdasarkan prinsip elektrometri melalui teknik voltametri, konduktometri, potensimetri, hingga spektroskopi impedansi elektrokimia. Jika dibandingkan metode analisis konvensional seperti kromatografi yang membutuhkan preparasi sampel rumit dan operator khusus, teknologi sensor elektrokimia menawarkan sejumlah keunggulan, yaitu portabilitas tinggi, kecepatan analisis, kebutuhan preparasi minimal, sensitivitas dan selektivitas yang baik, serta kemampuan untuk digunakan secara in situ di lapangan. Prof. Henry menjelaskan bahwa dengan karakteristik tersebut, sensor elektrokimia berpotensi menjadi alat yang sangat penting untuk memantau logam berat, senyawa toksik, kontaminan pangan, maupun biomarker tubuh secara efisien.
Namun, pengembangan sensor elektrokimia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kebutuhan analis multianalit, kebutuhan in situ monitoring yaitu menganalisis langsung di lapangan dan dapat hasilnya langsung secara presisi, rendahnya sensitivitas dan selektivitas, mengakomodasi tipe fasa analit (padat, cair, gas), hazardous waste, serta preparasi yang rumit yang memakan waktu. Untuk menjawab tantangan tersebut, Prof. Henry mengembangkan rekayasa elektroda berbasis material komposit, termasuk nanopartikel, grafena, polimer bercetakan molekul (MIP), serta material hijau yang bersifat ramah lingkungan. Nanopartikel dipilih karena memiliki luas permukaan tinggi dan sifat katalitik unggul, sedangkan grafena memberikan konduktivitas listrik yang baik dan kemampuan adsorpsi yang besar. MIP memberikan selektivitas tinggi melalui konsep lock-and-key, sementara material hijau dipilih untuk mendukung prinsip kimia berkelanjutan.
Temuan Penelitian: Peningkatan Sensitivitas dan Efisiensi Deteksi
Prof. Henry memodifikasi elektroda karbon dengan nanopartikel perak (AgNPs), grafena, serta kombinasi keduanya. Hasilnya menunjukkan bahwa kombinasi AgNPs dan grafena menghasilkan efek sinergis katalitik yang mampu menurunkan batas deteksi hingga 1,94 µM dengan rentang linear 2–100 µM. Penelitian lainnya adalah pengembangan sensor untuk mendeteksi Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) dengan memanfaatkan nanopartikel seng oksida (ZnO) dan MIP berbasis asam glutamat. Kombinasi tersebut meningkatkan sinyal analitis hingga empat kali lipat dengan batas deteksi 0,652 µM. Prof. Henry juga mengembangkan sensor asam urat berbasis hidroksiapatit dari limbah cangkang telur yang dikombinasikan dengan ZnO, sejalan dengan prinsip kimia hijau. Modifikasi ini meningkatkan arus hingga lima sampai enam kali lipat dan memberikan rentang linear yang lebih luas untuk konsentrasi analit.
Prof. Henry menegaskan bahwa teknik elektrometri dengan elektroda karbon termodifikasi nanokomposit terbukti sebagai metode elektroanalitik yang efisien, akurat, dan berkelanjutan. Beliau menyampaikan bahwa pengembangan sensor elektrokimia ke depan perlu diarahkan pada standarisasi dan komersialisasi produk, pengembangan elektroda multianalit yang mampu mendeteksi beberapa komponen sekaligus dalam satu chip, serta eksplorasi material hijau terbarukan untuk memperkuat peran sensor elektrokimia sebagai teknologi analitik masa depan.
Profil Prof. Dr. Henry Setiyanto, S.Si., M.T.
Prof. Dr. Henry Setiyanto, S.Si., M.T., lahir di Bogor pada 24 Januari 1973. Beliau merupakan dosen pada Kelompok Keilmuan Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB. Sejak diangkat sebagai PNS pada 1 Desember 2008, Prof. Henry konsisten mengembangkan riset di bidang teknik elektrometri hingga akhirnya dikukuhkan sebagai Guru Besar pada 1 Desember 2024.
Prof. Henry menempuh pendidikan Sarjana Kimia di ITB (1997), Magister Teknik Fisika melalui program sandwich ITB–Osaka University (2005), serta Doktor bidang Kimia di ITB (2012). Dalam pengembangan institusi beliau pernah menjabat Ketua Lab Kimia Analitik (2012-2020), ketua Program Studi Magister dan Doktor Kimia ITB (2020-2025), dan Ketua Program Studi Magister Pengajaran Teknik Kimia ITB (2020-2025). Di bawah kepemimpinan beliau, Program Studi S2 dan S3 Kimia berhasil meraih akreditasi Unggul.
Prof. Henry juga aktif dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di Garut, Pangandaran, Tasikmalaya, dan Sumedang. Program PKM ini ditujukan untuk meningkatkan potensi lokal dan pemahaman kimia di sekolah-sekolah mitra di Indonesia.
Hingga saat ini, Prof. Henry telah membimbing dan meluluskan 20 mahasiswa sarjana, 40 mahasiswa magister, dan 4 mahasiswa doktor. Beliau juga menghasilkan 78 publikasi internasional, 5 publikasi nasional, 3 paten, serta memperoleh 70 hibah penelitian.
Prof. Henry aktif sebagai asesor LAMSAMA, asesor BKD, asesor Sertifikasi Dosen, serta pendamping pembukaan program studi baru di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Beliau juga kerap menjadi narasumber bagi berbagai lembaga seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), SeskoAu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), dan Kementerian Pertahanan.
Atas kontribusi dan dedikasinya, Prof. Henry menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya 10 Tahun serta penghargaan Dosen Terbaik Bidang Penelitian Kelompok Keilmuan Kimia Analitik FMIPA ITB tahun 2023.
Di luar aktivitas akademik, Prof. Henry menjaga keseimbangan hidup melalui berbagai hobi, di antaranya cross country, mengoleksi senjata tajam, jalan-jalan, serta berpartisipasi dalam kegiatan Menwa. Keempat hobi ini mencerminkan harmoni antara eksplorasi, estetika, kedisiplinan, dan jiwa kebangsaan.
Reporter: Azka Madania Nuryasani (Mikrobiologi, 2025)






