Orasi Ilmiah Prof. Umar Khayam: Peranan Pengujian Tegangan Tinggi dalam Manajemen Aset Ketenagalistrikan

Oleh Windi Apriliani - Mahasiswa Teknologi Pascapanen, 2021

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

BANDUNG, itb.ac.id - Prof. Dr. Ir. Umar Khayam, S.T., M.T. dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB, menyampaikan orasi berjudul “Peranan Pengujian Tegangan Tinggi dalam Manajemen Aset Ketenagalistrikan”, di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Sabtu (23/8/2025).

Prof. Umar menekankan bahwa keberlangsungan sistem ketenagalistrikan bergantung pada pembangunan infrastruktur baru, juga pada pengelolaan manajemen aset secara optimal, termasuk melalui pengujian tegangan tinggi yang menjadi pondasi utama dalam menjaga performa peralatan.

Tantangan Sistem Ketenagalistrikan di Indonesia

Pemanfaatan listrik di Indonesia pertama kali tercatat pada tahun 1882 ketika digunakan di sebuah pabrik milik Belanda di Semarang. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1897, pembangkit listrik pertama dibangun di Batavia (kini Jakarta). Sejak saat itu, penggunaan listrik di Indonesia terus berkembang. Pasca kemerdekaan, pada 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas sebagai cikal bakal pengelolaan listrik nasional. Lembaga ini kemudian berkembang menjadi Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang hingga kini menjadi tulang punggung penyediaan listrik di Indonesia.

Perjalanan panjang tersebut menghasilkan peningkatan rasio elektrifikasi yang sangat signifikan, terutama disebabkan oleh adanya pertumbuhan jumlah aset ketenagalistrikan. Hingga tahun 2024, rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 99,83% yang menandakan hampir seluruh masyarakat memiliki akses listrik. Meskipun rasio elektrifikasi tinggi, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan besar dalam pengelolaan ketenagalistrikan, antara lain usia aset yang menua, kompleksitas sistem dan beban dinamis, integrasi energi terbarukan, dan target efisiensi dan keandalan.

“Solusi yang bisa kita lakukan saat ini adalah dengan optimalisasi manajemen aset ketenagalistrikan,” ujarnya.

Manajemen Aset Ketenagalistrikan

Saat ini, aset kelistrikan yang dikelola Perusahaan Listrik Negara (PLN) cukup tinggi, yaitu mencapai Rp1.796,64 triliun per Juni 2025. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan tanggung jawab besar. Mengelola aset sebesar itu berarti memastikan setiap peralatan, mulai dari pembangkit, transmisi, hingga distribusi dapat bekerja sesuai fungsinya sepanjang siklus hidup peralatan ketenagalistrikan, mulai dari tahap perencanaan, desain, instalasi, pengoperasian, pemeliharaan, hingga penggantian. Oleh karena itu, manajemen aset ketenagalistrikan menjadi kunci.

Manajemen aset merupakan pendekatan terstruktur yang digunakan untuk mengambil keputusan dan menjalankan rencana secara sistematis guna mencapai keseimbangan optimal antara kinerja, biaya, dan risiko. Dalam konteks perusahaan listrik, manajemen aset berperan untuk memastikan keandalan infrastruktur dan kualitas layanan, serta mengelola risiko terhadap nilai aset. Hal ini dilakukan dengan menjaga integritas kinerja, dan ketersediaan aset melalui pendekatan siklus hidup dan evaluasi biaya total. Prof. Umar juga menyampaikan bahwa manajemen aset ketenagalistrikan terdiri atas strategi dan perencanaan, pengambilan keputusan berbasis data, aktivitas manajemen aset sepanjang siklus hidup, manajemen data dan informasi aset, organisasi dan sumber daya manusia, dan manajemen risiko.

Pengujian Tegangan Tinggi dalam Manajemen Aset Ketenagalistrikan

Siklus hidup peralatan ketenagalistrikan mencakup tahapan yang panjang, mulai dari perencanaan dan perancangan, fabrikasi dan pengujian, transportasi, pengoperasian, pemeliharaan, evaluasi umur sisa, hingga akhirnya penggantian. Pada setiap tahapan tersebut, pengujian tegangan tinggi memegang peranan penting untuk memastikan peralatan layak dilanjutkan ke tahap berikutnya sekaligus menjamin kinerjanya tetap sesuai dengan standar yang diharapkan.

Pengujian tegangan tinggi memiliki peran penting dalam manajemen aset ketenagalistrikan, mulai dari validasi awal melalui Factory Acceptance Test (FAT) dan Site Acceptance Test (SAT), detektor dini fenomena pra-kegagalan peralatan, dasar remaining life assessment dan perencanaan investasi peralatan, serta sebagai validasi pasca-refurbishment. Selain menjamin keandalan sistem, pengujian tegangan tinggi juga berfungsi menjaga aspek kritis keamanan, baik bagi infrastruktur maupun sumber daya manusia yang terlibat.

Salah satu fenomena utama yang sering menjadi penyebab pra-kegagalan pada peralatan tegangan tinggi adalah partial discharge. Fenomena ini muncul ketika terdapat partikel atau kontaminan di dalam peralatan yang memicu terjadinya loncatan listrik sebagian. Apabila tidak segera terdeteksi dan ditangani, partial discharge dapat berkembang dan menyebabkan breakdown serta bisa menimbulkan beberapa fenomena fisik, seperti gelombang elektromagnetik, gelombang akustik, dan dekomposisi gas pada material isolasi gas. Maka dari itu, pengukuran atau deteksi partial discharge penting dilakukan untuk mencegah dan memitigasi adanya breakdown atau kegagalan peralatan.

Pengembangan Sensor Partial Discharge

Model sensor partial discharge yang dipaparkan oleh Prof. Umar Khayam pada Orasi Ilmiah di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Sabtu (23/8/2025).

Menanggapi tantangan tersebut, Prof. Umar melalui risetnya mengembangkan sebuah sensor partial discharge. Sensor ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu tanpa kontak dengan HV, bandwidth lebar, mudah dibuat, murah, dan sensitivitas tinggi. Dengan sensitivitas tinggi, sensor ini dapat menangkap sinyal partial discharge dari jarak tertentu serta memetakan spektrum frekuensi secara detail.

“Sensor ini bisa mendeteksi adanya fenomena pra-kegagalan partial discharge pada jarak yang cukup jauh dari peralatan bertegangan tinggi,” ujarnya.

Riset beliau mengenai pengembangan sensor partial discharge dilakukan secara sistematis melalui tahapan desain, fabrikasi, hingga pengujian baik di laboratorium maupun lapangan. Uji lapangan dilakukan pada gardu induk tegangan tinggi 150 kV untuk menilai kinerja sensor dalam kondisi nyata. Dari pengujian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut.

• Sensor UHF yang diusulkan efektif mendeteksi sinyal partial discharge pada jarak 30 cm dari Cable Sealing End (CSE) dengan sensitivitas dua kali lebih tinggi dibanding HFCT.

• Sensor mampu memetakan spektrum frekuensi partial discharge dari 50 MHz hingga 1000 MHz, sehingga cocok digunakan untuk mendeteksi partial discharge pada peralatan tegangan tinggi/menengah.

Magnitude partial discharge pada CSE lama lebih tinggi dibanding CSE baru, terutama pada fasa B, menunjukkan degradasi CSE lama dan perlunya tindakan perawatan atau penggantian di masa depan.

Penerapan Pengujian Tegangan Tinggi dalam Manajemen Aset Ketenagalistrikan

Penerapan pengujian tegangan tinggi dalam manajemen aset ketenagalistrikan berperan penting dalam memastikan keandalan dan keselamatan sistem. Monitoring kondisi peralatan, seperti pada studi kasus sealing-end kabel tegangan tinggi menunjukkan bahwa partial discharge dapat muncul bukan hanya karena penuaan, tetapi juga akibat ketidaksempurnaan instalasi sejak awal operasi, sehingga pemantauan dini pasca-instalasi menjadi sangat krusial.

Selanjutnya, perhitungan health index berbasis pengujian tegangan tinggi memberi nilai tambah dalam pengelolaan aset. Metode ini memudahkan prediksi kebutuhan overhaul dan membantu penyusunan prioritas anggaran berdasarkan kondisi nyata dan tingkat risiko peralatan. Penerapannya terlihat pada prioritisasi refurbishment trafo dan overhaul GIS yang tidak hanya mempertimbangkan aspek teknis, tetapi juga analisis finansial dan evaluasi risiko untuk menyusun roadmap tindakan yang efektif.

Remaining life assessment juga menjadi bagian penting. Dengan pendekatan ini, potensi kegagalan dapat diprediksi lebih akurat sehingga langkah mitigasi dapat dirancang secara tepat. Selain itu, strategi pemeliharaan berbasis risiko (RBM) dan keandalan (RCM) memungkinkan evaluasi menyeluruh terhadap transformator, circuit breaker, hingga sistem proteksi dengan pendekatan berbasis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)/Failure Mode Effect and Cause Analysis (FMECA) untuk mengidentifikasi titik rawan kegagalan.

Model digitalisasi aset yang dipaparkan oleh Prof. Umar Khayam pada Orasi Ilmiah di Aula Barat, Kampus Ganesha, Sabtu (23/8/2025).

Prof. Umar mengusulkan model digitalisasi manajemen aset yang mengintegrasikan condition monitoring dan data sensing untuk memperkuat efektivitas pengujian tegangan tinggi. Melalui sistem ini, data yang terkumpul tidak hanya disimpan, tetapi juga dianalisis dan disimulasikan, sehingga dapat menjadi dasar pengambilan keputusan strategis, baik dalam investasi maupun pemeliharaan. Dengan cara tersebut, pengujian tegangan tinggi tidak lagi sebatas detektor dini fenomena pra-kegagalan, melainkan juga berfungsi sebagai instrumen validasi kondisi peralatan, perhitungan umur sisa, penyusunan perencanaan investasi, serta peningkatan keamanan sistem dan sumber daya manusia.

#orasi ilmiah #umar khayam #stei itb #sdg 9 #industry innovation infrastructure #sdg 7 #affordable and clean energy #sdg 11 #sustainable cities and communities