Pertemuan MDGB-PTNBH Soroti Penggunaan AI dalam Pendidikan Tinggi dan Kesiapan Talenta Nasional
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id – Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi tuan rumah Pertemuan Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (MDGB-PTNBH) se-Indonesia yang diselenggarakan pada Jumat (21/11/2025) di Aula Timur, Kampus ITB Ganesha. Pertemuan ini mengusung tema “Pendidikan Berkeadilan untuk Mewujudkan Generasi yang Kompeten dan Berkarakter Unggul” dan dihadiri oleh perwakilan dewan guru besar dari seluruh PTNBH di Indonesia.

Agenda utama meliputi sidang pleno serta serah terima kepemimpinan MDGB-PTNBH dari Universitas Gadjah Mada (UGM) kepada Institut Teknologi Bandung (ITB).
Perkuat Gotong Royong untuk Pendidikan Bangsa
Ketua MDGB-PTNBH Periode 2024–2025, Prof. Dr. Muhammad Baiquni, M.A., membuka acara dengan menekankan pentingnya kolaborasi dalam menjawab tantangan pendidikan tinggi nasional. Ia menyampaikan bahwa kehadiran Mendiktisaintek dan Menaker menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antara dunia pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya.
“Mudah-mudahan kehadiran para menteri menjadi langkah baik untuk kita bergotong royong dalam menciptakan sesuatu yang berdampak bagi pendidikan bangsa,” ujarnya.
Guru Besar adalah Aset Intelektual untuk Kemajuan Bangsa
Sementara itu, Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T., menyampaikan apresiasi atas kepercayaan kepada ITB sebagai tuan rumah forum akademik nasional ini. Ia menegaskan bahwa Dewan Guru Besar memiliki peran penting dalam menghasilkan pemikiran strategis, menjaga nilai luhur, dan merumuskan keilmuan masa depan.
“Dari 24 PTN terbaik di Indonesia, forum ini mewakili kekuatan intelektual bangsa yang luar biasa. Guru besar memiliki mandat untuk menjaga karakter, nilai-nilai luhur, dan menghasilkan pemikiran strategis bagi masa depan pendidikan tinggi,” jelasnya.
Rektor menekankan bahwa tema pertemuan sangat relevan dalam menjawab tantangan pendidikan tinggi saat ini, termasuk bagaimana perguruan tinggi dapat mencetak lulusan yang berintegritas, adaptif, dan mampu bersaing di tingkat global. Ia berharap rekomendasi yang dirumuskan dapat digunakan sebagai policy brief untuk memperkuat kebijakan pendidikan tinggi nasional.
Keynote Mendiktisaintek: Transformasi AI untuk Kemajuan Pendidikan Tinggi
Pada sesi berikutnya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Brian Yuliarto, Ph.D., menyampaikan keynote mengenai kesiapan perguruan tinggi dalam menghadapi perkembangan kecerdasan artifisial (AI).
Ia menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam memberikan dampak nyata bagi bangsa, tidak hanya pada sektor ekonomi, tetapi juga lingkungan dan sains. AI, menurutnya, telah merambah hampir semua sektor dan menjadi pengungkit utama efisiensi serta percepatan penemuan ilmiah.
Prof. Brian juga menyoroti pentingnya mencetak world-class talents yang mampu menguasai dan mengembangkan teknologi AI. Jika perguruan tinggi belum menghasilkan inovasi besar, setidaknya harus dapat mencetak generasi pencipta inovasi.
"Integrasi AI di pendidikan tinggi membutuhkan kesiapan organisasi, peningkatan literasi AI, reskilling dosen, adaptasi kurikulum, serta pemenuhan aspek etika. Pengembangan AI juga harus mampu mengakomodasi kekayaan lokal Indonesia, mulai dari bahasa hingga ekosistem riset nasional," ungkapnya.
Merujuk laporan McKinsey, ia menyebut bahwa AI memberikan dampak besar pada peningkatan inovasi organisasi global, sehingga perguruan tinggi Indonesia harus bergerak cepat agar tidak tertinggal dalam transformasi digital.
Keynote Menteri Ketenagakerjaan: SDM Unggul Kunci Indonesia Emas 2045
Menteri Ketenagakerjaan RI, Prof. Yassierli, S.T., M.T., Ph.D., turut hadir dan menyampaikan materi mengenai tantangan ketenagakerjaan Indonesia di tengah perubahan besar dunia kerja. Ia menegaskan bahwa peningkatan kompetensi tenaga kerja merupakan faktor krusial agar Indonesia tidak tertinggal dalam transformasi global.
Menaker memaparkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan serius dari sisi kualitas tenaga kerja. Human Capital Index nasional berada pada angka 0,540, lebih rendah dari rata-rata ASEAN. Penguasaan keterampilan digital, baik dasar maupun lanjutan, juga masih terbatas. Meski produktivitas tenaga kerja meningkat, performanya tetap di bawah beberapa negara ASEAN lainnya.
Ia menjelaskan bahwa lanskap pekerjaan di seluruh dunia tengah berubah cepat akibat tiga tren besar: digitalisasi dan kecerdasan buatan, transisi menuju ekonomi hijau, dan perubahan demografi yang memunculkan kebutuhan sektor care economy. Diperkirakan ratusan juta pekerjaan akan berubah pada 2030, sehingga pekerja perlu meningkatkan atau memperbarui keterampilan agar tetap relevan.
"Di sisi lain, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi digital paling pesat di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Namun, peluang ini harus diimbangi dengan kesiapan SDM agar tidak justru dimanfaatkan negara lain," tuturnya.
Menaker menyoroti bahwa pekerjaan dengan upah tinggi dan pola kerja rutin justru menjadi yang paling rentan terdampak otomatisasi, terutama di industri manufaktur. Teknologi seperti robotik dan kecerdasan buatan semakin mengambil alih pekerjaan berulang.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan mendorong optimalisasi peran Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) serta Balai Latihan Kerja (BLK) di seluruh Indonesia sebagai pusat peningkatan kualitas SDM yang terhubung dengan kebutuhan industri.
Ia menekankan pentingnya membangun ekosistem pelatihan nasional yang terorkestrasi, melibatkan lembaga pelatihan, perguruan tinggi, industri, asosiasi, komunitas, dan masyarakat.
“Indonesia tidak akan mampu mencapai visi negara maju jika tenaga kerjanya tidak dibekali keterampilan masa depan. Peningkatan kualitas SDM adalah fondasi utama menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.







