Rumah, Ruang, dan Rasa: Refleksi Arsitektur dalam Talkshow Unstable Ground ATRIA 2025

Oleh Chysara Rabani - Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2022

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Talkshow Unstable Ground” ATRIA 2025 di Auditorium CC Timur, Minggu (14/9/2025). (Dok. Tim ATRIA 2025)

BANDUNG, itb.ac.id - Program Studi Arsitektur, Institut Teknologi Bandung (ITB) mengadakan talkshow bertajuk “Unstable Ground” sebagai bagian dari rangkaian kegiatan ATRIA 2025, di Auditorium CC Timur ITB, Minggu (14/9/2025) dan dimoderatori Dosen Arsitektur ITB, Dr.Eng. M. Donny Koerniawan, S.T., M.T.

Talkshow menghadirkan tiga pembicara dengan latar belakang beragam, yakni Co-Founder & Director of RCUS, Marco Kusumawijaya; Dosen Universitas Indonesia, Prof. Yandi Andi Yatmo, S.T., Dip.Arch., M.Arch., Ph.D.; serta Senior Architect and Technology - BIM Technology Manager & Computational Specialist di Penta Architecture, Dr. Arman Arisman, S.T., M.Ars.

Marco Kusumawijaya membahas “Perumahan Sosial dan Kota”. Beliau menyoroti krisis hunian yang semakin sulit diakses masyarakat. Lebih dari 90% indeks keterjangkauan menunjukkan kondisi severely unaffordable, termasuk bagi kelas menengah.

Menurutnya, inflasi harga rumah mencapai 3-5 kali lipat inflasi barang lain, bahkan 5-8 kali kenaikan rata-rata penghasilan masyarakat. Faktor utama penyebabnya adalah kenaikan harga tanah yang ekstrem, persaingan antar-fungsi lahan, serta ketimpangan kepemilikan.

“Rumah seharusnya dipandang sebagai hak asasi manusia, bukan komoditas,” ujarnya. Marco menekankan pentingnya perumahan sosial yang berada di luar logika pasar bebas, dengan contoh nyata seperti Kampung Susun Akuarium di Jakarta dan Paguyuban Kalijawi di Yogyakarta.

Talkshow Unstable Ground” ATRIA 2025 di Auditorium CC Timur, Minggu (14/9/2025). (Dok. Tim ATRIA 2025)

Sementara itu, Prof. Yandi Andi Yatmo memaparkan pengalamannya dalam rekonstruksi pascabencana dengan tema “Rebuilding After Disaster”. Beliau membagikan sejumlah proyek sekolah yang berhasil dibangun kembali di Lombok, Sumbawa, Palu, Sigi, hingga Cianjur dalam periode 2018-2023.

Melalui pendekatan modular system dan pemanfaatan material lokal, proses pembangunan dilakukan dengan menyesuaikan konteks lanskap dan teknologi sederhana (low-tech). “Fleksibilitas dalam desain pascabencana menjadi kunci untuk mempercepat pemulihan masyarakat,” ujarnya.

Adapun Dr. Arman Arisman mengangkat isu ketidakpastian teknologi dalam presentasi bertajuk “Code & Concept: Designing for Uncertainty on Unstable Ground”. Beliau menekankan bahwa alat desain tidak pernah netral sehingga arsitek harus berperan sebagai kurator makna di balik algoritma.

Menurutnya, AI dan generative design dapat menghasilkan banyak kemungkinan, namun tetap arsitek yang menentukan arah desain berdasarkan konteks dan nilai. “Mesin dapat menggambar kota dalam hitungan detik, tetapi tidak pernah bisa mencium aroma gorengan di warung pinggir jalan. Yang tak tergantikan adalah rasa dan makna yang dibangun oleh manusia,” ujarnya.

Talkshow “Unstable Ground” menjadi wadah refleksi bagi para peserta untuk melihat tantangan arsitektur dari berbagai perspektif, mulai dari krisis perumahan, rekonstruksi pascabencana, hingga ketidakpastian akibat perkembangan teknologi. Acara ini sekaligus menutup rangkaian kegiatan ATRIA 2025 yang menegaskan pentingnya arsitektur sebagai disiplin yang harus terus beradaptasi dengan kompleksitas zaman.

Reporter: Chysara Rabani (Teknik Pertambangan, 2022)

#itb berdampak #kampus berdampak #itb4impact #arsitektur #sappk #sdg1 #sdg4 #sdg9 #sdg10 #sdg11