STEI ITB Gelar Diskusi Publik Perlindungan Konsumen Digital Lewat Pemblokiran IMEI
Oleh Dina Avanza Mardiana - Mahasiswa Mikrobiologi, 2022
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) menyelenggarakan Diskusi Publik Akademik bertema “Perlindungan Konsumen Digital Melalui Pemblokiran IMEI Ponsel yang Hilang/Dicuri”, Senin (29/9/2025) di Aula Barat ITB. Acara ini menghadirkan perwakilan regulator, penegak hukum, industri, asosiasi telekomunikasi, serta organisasi konsumen dengan tujuan menjaring masukan publik sekaligus memperkuat literasi masyarakat mengenai layanan pemblokiran IMEI.
Dekan STEI ITB, Prof. Dr. Ir. Tutun Juhana, S.T., M.T., mengatakan bahwa kehilangan ponsel bukan sekadar kehilangan benda, melainkan juga kehilangan rasa aman dan sebagian akses terhadap dunia digital pribadi. Menurutnya, ponsel telah menjadi “gerbang kecil menuju dunia besar kita masing-masing”, yang menyimpan data pribadi, akses perbankan, hingga media kerja.
Identitas perangkat melalui International Mobile Equipment Identity (IMEI), nomor unik 15 digit yang menjadi “sidik jari digital” ponsel perlu dimanfaatkan bukan hanya sebagai aspek teknis, tetapi juga sebagai instrumen perlindungan konsumen. Kehilangan ponsel, yang dalam teori kriminologi termasuk property crime dengan risiko penyalahgunaan data digital, perlu dicegah dampaknya melalui mekanisme pemblokiran IMEI.
“Forum ini adalah ruang bersama untuk bertanya hal-hal yang lebih mendasar: sejauh mana layanan ini dibutuhkan, bagaimana dirancang agar adil, serta bagaimana memastikan tidak disalahgunakan,” ujarnya.
Proses Hukum dan Perspektif Regulasi
Paparan pertama disampaikan oleh AKP Dr. Hermawan, Kanit 1 Subdit 3 Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Barat, yang menjelaskan proses penanganan laporan kehilangan ponsel di kepolisian. Beliau menegaskan bahwa laporan kehilangan tidak hanya bersifat administratif, melainkan juga memiliki fungsi yuridis melalui dokumen resmi seperti Surat Tanda Penerimaan Kehilangan (STPKL).
Dari sisi regulator, Adis Alifiawan, Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital Kominfo, menjelaskan bahwa gagasan layanan pemblokiran IMEI dilatarbelakangi tingginya kasus pencurian ponsel di Indonesia. Beliau menyebut bahwa pada 2022 tercatat lebih dari 62 ribu kasus pencurian dengan pemberatan, meskipun pada 2024 angka itu turun 16 persen. Menurutnya, pemblokiran IMEI bertujuan menurunkan nilai ekonomis ponsel curian sehingga pelaku kehilangan insentif.
“Layanan ini dirancang bukan hanya untuk perlindungan konsumen, tetapi juga untuk menekan angka kejahatan dan meningkatkan keamanan ekosistem digital,” ujarnya. Beliau menambahkan, sejumlah potensi risiko seperti kloning IMEI, peredaran ponsel refurbished ilegal, hingga perdagangan lintas negara harus diantisipasi melalui mekanisme teknis yang matang.

Adapun Ronggolawe Sahuri, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian, menekankan bahwa setiap perangkat HKT (handphone, komputer genggam, tablet) kini wajib didaftarkan melalui sistem Tanda Pendaftaran Produk (TPP). Data serial number menjadi instrumen penting dalam memastikan validitas perangkat. “Hari ini, ponsel bahkan lebih penting dari dompet. Di dalamnya tersimpan data, identitas, hingga akses layanan penting,” ujarnya.
Peran Operator dan Industri Ponsel
Dari sisi operator telekomunikasi, Islachudin, Regulatory Compliance and Operation XL Smart sekaligus perwakilan ATSI, menyoroti bahwa pasar ponsel Indonesia memiliki karakteristik unik dengan mayoritas pengguna prabayar, perdagangan ponsel bekas yang sangat tinggi, serta perangkat yang tidak terkunci pada satu operator. Beliau menyebut bahwa pemblokiran IMEI akan lebih efektif bila terintegrasi dalam satu portal pusat pemerintah, bukan sekadar layanan antaroperator. “Dengan begitu, masyarakat tidak perlu berpindah kartu SIM hanya untuk melapor, dan mekanisme menjadi lebih sederhana,” katanya.
Sementara itu, Ali Yanuar, Wakil Ketua Bidang Teknik, Standar, dan Teknologi APSI, menekankan kontribusi industri ponsel terhadap perekonomian nasional. Pasar smartphone Indonesia pada 2024 tumbuh hingga 15,5 persen dengan penjualan mencapai 40 juta unit per tahun, membuka lebih dari 135 ribu lapangan kerja di sektor manufaktur dan ritel.
Menurutnya, layanan pemblokiran IMEI menjadi pelengkap atas fitur lost and found bawaan ponsel yang selama ini hanya tersedia di segmen menengah ke atas. “Kebijakan ini akan melindungi seluruh konsumen, termasuk pengguna ponsel kelas bawah,” katanya.
Perlindungan Konsumen dan Edukasi Publik
Dari perspektif perlindungan konsumen, Heru Sutadi, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, menegaskan bahwa pemblokiran IMEI memiliki manfaat signifikan, mulai dari menekan kerugian finansial, memberi rasa aman, hingga menciptakan efek jera bagi pelaku pencurian. Namun, beliau mengingatkan adanya potensi false blocking yang dapat merugikan pemilik sah perangkat. Oleh karena itu, mekanisme verifikasi yang ketat dan cepat sangat diperlukan. “Perlindungan konsumen adalah pilar transformasi digital. Kebijakan ini harus dijalankan dengan hati-hati agar ekosistem digital tetap adil dan terpercaya,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Rafika Zulfa dari YLKI yang menyoroti rendahnya kesadaran konsumen sebagai tantangan implementasi. Banyak konsumen hanya fokus pada pemulihan masalah tanpa peduli proses atau lembaga yang menangani. “Yang penting bagi konsumen, masalah selesai dan perangkat bisa kembali digunakan. Edukasi publik menjadi hal yang mutlak,” ujarnya.
Diskusi publik yang berlangsung interaktif ini menghasilkan sejumlah rekomendasi penting, antara lain perlunya integrasi sistem lintas instansi, jaminan perlindungan data pribadi, serta sosialisasi regulasi yang jelas kepada masyarakat.
Sebagai fasilitator akademik, ITB menegaskan komitmennya untuk tetap independen dan objektif dalam mengawal kebijakan publik berbasis bukti. Forum ini menjadi bukti nyata bagaimana sinergi antara akademisi, pemerintah, industri, dan masyarakat dapat menghasilkan gagasan kebijakan yang tidak hanya teknis, tetapi juga berpihak pada rasa aman, keadilan, dan kepercayaan publik di ruang digital.







