Alumni ITB Bahas Manajemen Proyek untuk Ketahanan Bencana: Dari Teori hingga Aksi Nyata

Oleh Mely Anggrini - Mahasiswa Meteorologi, 2022

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Mizan Bustanul Fuady Bisri, M.Sc., M.A., Ph.D. saat menyampaikan materi kuliah tamu pada mata kuliah Manajemen Proyek bagi mahasiswa Program Studi Meteorologi dan Oseanografi ITB di Labtek I ITB Kampus Ganesha pada Kamis (9/10/2025). (Dok. ITB/Mely Anggrini)

BANDUNG, itb.ac.id — Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan kuliah tamu bertema “Project Management Essentials for Disaster Resilience Building” pada Kamis (9/10/2025) di Labtek I, ITB Kampus Ganesha.

Kegiatan ini menghadirkan Mizan Bustanul Fuady Bisri, M.Sc., M.A., Ph.D., alumnus Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITB angkatan 2005, yang saat ini menjabat sebagai Principal Researcher for Southeast Asia di Asian Disaster Reduction Center (ADRC) dan Asisten Profesor di Universitas Kobe, Jepang.

Manajemen Proyek dan Pembangunan Ketahanan Bencana

Dalam kuliah tamu tersebut, Mizan menekankan pentingnya memahami keterkaitan antara manajemen proyek, ketahanan bencana, dan perubahan iklim. Ia menjelaskan bahwa risiko bencana tidak hanya dipicu oleh bahaya alam, tetapi juga oleh faktor sosial, ekonomi, dan kebijakan yang membentuk kerentanan masyarakat.

“Sebetulnya tidak ada bencana alam, yang ada adalah bahaya alam. Bencana terjadi ketika bahaya bertemu dengan kerentanan,” ujarnya.

Mengutip konsep dari At Risk (1994), ia menjelaskan bahwa kerentanan bencana bersifat dinamis dimana kondisi tidak aman (unsafe conditions) tidak serta merta tercipta, tetap dipengaruhi berbagai tekanan dinamis (dynamic pressures) yang di belakangnya mungkin disebabkan akar masalah (root causes). Oleh karena itu, pengurangan risiko belum tentu sukses apabila hanya membenahi kondisi tidak aman tersebut, tetapi harus juga membenahi akar penyebab seperti tata kelola wilayah, kemiskinan, dan pembangunan yang tidak berkelanjutan.

Sebagai contoh, ia menyoroti bahwa relokasi rumah dari daerah rawan banjir tidak cukup sebatas pemindahan fisik, tetapi juga harus memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat.

Pendekatan Kerangka Berbasis Hasil untuk Pembangunan Ketahanan yang Efektif

Mizan pun memperkenalkan Result-Based Framework—pendekatan sistematis untuk mengelola proyek, program, atau inisiatif berbasis hasil dengan menelusuri hubungan antara input, activities, outputs, outcomes, dan impact sebagai pendekatan sederhana, namun esensial.

Melalui kerangka ini, berbagai ide pengurangan risiko bencana, baik dengan rekayasa terhadap bahaya atau kerentanan, perlu diubah menjadi keluaran yang jelas dengan manfaat dan dampak bagi pembangunan ketahanan yang terukur, yang kemudian diterjemahkan ke dalam kebutuhan kegiatan serta berbagai masukan atau sumber daya untuk pelaksanaannya. Menjadi hasil yang berdampak bagi pembangunan serta program mitigasi dapat dievaluasi tidak hanya dari kegiatan yang dilakukan, tetapi juga dari dampak jangka panjangnya terhadap pengurangan risiko.

Sebagai contoh, bila terdapat ide untuk memutakhirkan nowcasting atau prediksi bahaya meteorologi di Bandung Raya dapat dipandang sebagai target output, yang untuk mencapainya memerlukan penyediaan sensor, radar, sumber daya manusia, dan pendanaan yang memadai sebagai input dan activities. Namun, itu saja tidak cukup, dan untuk memastikan dukungan sosial, politik, dan ekonomi dapat terjadi, maka ide tersebut perlu dikomunikasikan manfaat dan dampaknya.

“Kalau kita bisa membangun kerangka hasil yang kuat, maka kita bisa memastikan dampak akhir dari kegiatan mitigasi benar-benar tercapai,” terang Mizan.

Sinergi Akademisi dan Praktisi untuk Ketahanan Bencana

Ketua Program Studi Meteorologi ITB (kiri) menyerahkan Atlas Awan sebagai cendera mata kepada Mizan (kanan) usai kuliah tamu bertema “Project Management Essentials for Disaster Resilience Building” di Labtek I, ITB Kampus Ganesha, Kamis (9/10/2025). (Dok. ITB/Mely Anggrini)

Dalam sesi tanya jawab, Mizan berbagi pengalaman mengenai perannya di ADRC, lembaga internasional yang berfokus pada peningkatan kapasitas penanggulangan bencana dan ketahanan di kawasan Asia dan Pasifik.

Ia mengungkapkan perannya di ADRC sebagai koordinator riset, peningkatan kapasitas, dan formulasi kebijakan strategis untuk penanggulangan bencana di kawasan Asia Tenggara. Terkini, Mizan memimpin tim ahli untuk ASEAN membuat rencana kerja penanggulangan bencana 2026-2030. Selain itu, ADRC juga membuat program peningkatan kapasitas khusus untuk personel-personel BMKG di Jepang untuk memperkuat result framework di lembaga tersebut dalam rangka penciptaan sistem peringatan dini gempa bumi di Indonesia.

Selain riset dan pelatihan, ADRC juga merupakan focal point lembaga-lembaga negara urusan penanggulangan bencana di Asia-Pasifik di dalam kerangka Sentinel Asia, yang menyediakan citra satelit gratis untuk analisis bencana dan operasi tanggap darurat di berbagai negara anggota. “Siapa pun bisa memanfaatkan fasilitas ini—termasuk ITB dan BMKG—melalui koordinasi dengan BNPB sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia sebagai anggota resmi ADRC,” jelasnya.

Perjalanan Akademik dan Karier Internasional

Mizan Bustanul Fuady Bisri menempuh pendidikan sarjana dan magister di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) SAPPK ITB, kemudian melanjutkan studi magister dan doktoral di Kobe University, Jepang.

Selama studi, ia terlibat dalam berbagai proyek penelitian di Pusat Perubahan Iklim dan Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB. Setelah menyelesaikan studi doktoralnya, ia berkarier di kantor urusan penanggulangan bencana ASEAN (AHA Centre), sebelum akhirnya kembali ke Jepang untuk post-doctoral di United Nations University dan The University of Tokyo. Setelah itu, Mizan dipanggil untuk menjadi Asisten Profesor di Universitas Kobe dan kemudian dipercaya sebagai Principal Researcher for Southwest Asia di Asian Disaster Reduction Center (ADRC) sejak awal 2025.

Keputusan untuk fokus pada bidang kebencanaan tidak terlepas dari pengalamannya selama di Jepang—negara yang dikenal sebagai kiblat penanggulangan bencana dunia.

“Kobe pernah mengalami gempa besar pada 1995, sehingga setiap hari saya belajar tentang disaster risk management langsung dari masyarakatnya,” katanya.

Dari Aktivisme Kampus hingga Kiprah Global

Selain aktif di bidang akademik, Mizan juga terlibat dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan saat di ITB, di antaranya menjadi Ketua ITB Expo 2008, Ketua Himpunan Mahasiswa, Ketua Steering Committee ITB Fair 2010, serta Menteri Keprofesian dan Inovasi Kabinet KM ITB. Ia menyebut pengalaman tersebut berperan penting dalam membentuk kemampuan komunikasi dan kepemimpinannya.

Peristiwa seperti Tsunami Pangandaran dan Gempa Jawa Barat 2009 juga menjadi titik balik yang memperkuat kepeduliannya terhadap isu kebencanaan. Kini, melalui perannya di ADRC, Mizan terus berkontribusi dalam peningkatan kapasitas mitigasi bencana di kawasan Asia, termasuk bekerja sama dengan BNPB, BMKG, dan lembaga pendidikan seperti ITB.

“Anak ITB itu pasti kompetitif di level dunia. Jadi, jangan ragu untuk melihat benchmark internasional dan berkolaborasi dengan para ahli di seluruh dunia,” pesannya.

Menumbuhkan Generasi Peka Risiko

Suasana kelas saat berlangsungnya kuliah tamu “Project Management Essential for Disaster Resilience Building” bersama Mizan Bustanul Fuady Bisri di Labtek I, ITB Kampus Ganesha, Kamis (9/10/2025). (Dok. ITB/Pretty Yuni)

Menutup sesi kuliah, Mizan mendorong mahasiswa untuk berperan aktif dalam pembangunan ketahanan bencana, baik melalui penelitian, kegiatan sosial, maupun kolaborasi lintas disiplin. Ia mencontohkan kegiatan pengabdian masyarakat yang pernah dilakukannya semasa kuliah, seperti membuat peta risiko banjir dan jalur evakuasi di sekolah-sekolah.

“Anak muda memiliki ruang yang besar untuk berkontribusi dalam penanggulangan bencana. Semua ilmu yang dipelajari di kampus sudah cukup untuk membangun—tinggal bagaimana kita menggunakannya,” pungkasnya.

Melalui kuliah tamu ini, mahasiswa Meteorologi dan Oseanografi ITB diajak memahami bahwa bencana tidak sekadar fenomena alam, melainkan persoalan kompleks yang melibatkan manusia, kebijakan, dan pembangunan. Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat mahasiswa untuk mengintegrasikan ilmu kebumian dengan pendekatan sosial, serta berperan aktif dalam mewujudkan pembangunan yang berketahanan di masa depan.

Reporter: Mely Anggrini (Meteorologi, 2022)

#itb berdampak #kampus berdampak #itb4impact #diktisaintek berdampak #alumni #meteorologi #fitb #sappk #bencana #sdg 4 #quality education #sdg 11 #sustainable cities and communities #sdg 13 #climate action #sdg 17 #partnerships for the goals