Gempa Rusia, Pakar ITB Soroti Potensi Tsunami dan Sistem Peringatan Dini

Oleh M. Naufal Hafizh, S.S.

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

BANDUNG, itb.ac.id – Wilayah Kamchatka, Rusia, diguncang gempa besar, Rabu (30/7/2025). Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB dan pakar gempa, Prof. Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc. menjelaskan bahwa gempa tersebut berada di zona seismic gap—wilayah yang pernah mengalami gempa besar secara historis, namun dalam kurun waktu lama tidak menunjukkan aktivitas signifikan.

Beliau mengatakan, di wilayah bagian utara Kamchatka pernah mengalami gempa dengan magnitudo 9 pada 1950-an, dan bagian selatan magnitudo 8,1 pada 1960–1970-an. Kamchatka sendiri dalam 80–100 tahun terakhir belum pernah mengalami gempa di atas magnitudo 8.

Beliau yang pernah melakukan studi langsung ke wilayah tersebut mengungkapkan bahwa Kamchatka dari segi tektonik mirip dengan kawasan pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, dan utara Halmahera di Indonesia. Artinya, potensi terjadinya gempa besar sangat mungkin terjadi.

Gempa Awalan dan Susulan

Prof. Irwan mengatakan gempa utama yang terjadi hari ini diawali oleh gempa awal (foreshock) dengan magnitudo 7 yang terjadi lebih dari seminggu sebelumnya. Status foreshock baru dapat dipastikan jika kemudian diikuti oleh gempa utama.

"Setelah gempa utama, kita umumnya akan menghadapi gempa-gempa susulan (aftershock). Dalam beberapa kasus, gempa susulan justru bisa lebih besar, seperti yang terjadi di Lombok tahun 2018," ujarnya.

Namun jika mengikuti pola umum, gempa susulan di Kamchatka diperkirakan akan memiliki magnitudo yang lebih kecil. Adapun Kamchatka merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah sehingga diharapkan dampak kerusakan tidak signifikan. Meski demikian, potensi tsunami tetap menjadi perhatian.

Potensi Dampak ke Indonesia dan Asia Timur

Dengan magnitudo mencapai 8,7, gempa ini berpotensi memicu guncangan kuat, khususnya di kawasan sekitar. Beliau memperkirakan bahwa di bagian utara Hokkaido, Jepang, intensitas guncangan bisa mencapai skala 8 hingga 9 dalam skala intensitas gempa.

Hal yang lebih dikhawatirkan adalah ancaman tsunami yang bisa menjalar jauh dari pusat gempa. "Saya terus memantau informasi dan menjalin komunikasi dengan kolega di Jepang. Di pantai utara Tohoku, ketinggian tsunami sudah mencapai 60 cm, sementara di bagian selatan sekitar 40–50 cm," ujarnya.

Berdasarkan kecepatan rambat gelombang tsunami, beliau memperkirakan bahwa jika tsunami menjalar hingga ke wilayah Indonesia, gelombang tersebut bisa tiba dalam waktu 8–10 jam setelah gempa terjadi.

Jepang Jadi Contoh Mitigasi dan Sistem Peringatan Dini

Menanggapi respons Jepang terhadap peristiwa ini, beliau menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang telah dikembangkan negara tersebut. Menurutnya, Jepang memberikan contoh baik dalam pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami, yang tidak hanya berbasis pada model perhitungan, tetapi juga pada pengamatan langsung.

"Jepang memiliki sensor berdasarkan pressure yang bisa mendeteksi tsunami sebelum sampai ke garis pantai. Di pantai pun mereka memiliki sensor tambahan, misalnya berbasiskan pada pengamatan pasut, dan itu memberikan warning jauh lebih akurat bagi masyarakat di sekitar pesisir," ujarnya.

Beliau berharap sistem peringatan dini gempa dan tsunami di Jepang dapat menjadi model bagi Indonesia dalam memperkuat mitigasi bencana, khususnya di kawasan rawan gempa dan tsunami.

#gempa rusia #gempa kamchatka #mitigasi gempa #sistem peringatan dini gempa #jepang #tsunami