KKN ITB Hadirkan Sanitasi Sehat dari Madrasah hingga Musala di Desa Mandapajaya, Kuningan
Oleh Chysara Rabani - Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2022
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
Fasilitas tempat wudhu yang dibangun oleh Kelompok 9 KKN ITB 2025. (Dok. Kelompok 9 KKN ITB 2025)
KUNINGAN, itb.ac.id - Kelompok 9 Kuliah Kerja Nyata Institut Teknologi Bandung (KKN ITB) yang terdiri atas 19 mahasiswa melaksanakan program sanitasi di Dusun Wage, Desa Mandapajaya, Kabupaten Kuningan. Program yang dilaksanakan pada 5-29 Agustus 2025 ini difokuskan pada pembangunan fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) dan tempat wudhu di madrasah serta musala yang sebelumnya belum memiliki sarana sanitasi layak.
Ketua Kelompok 9, Fardan Naufal Tamam (Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air 2023) mengungkapkan bahwa kondisi awal di madrasah setempat menunjukkan ketiadaan MCK dan tempat wudhu. Para santri terpaksa meminjam toilet rumah warga atau menggunakan empang untuk buang air, sementara wudhu dilakukan dengan keterbatasan. Melihat urgensi tersebut, mahasiswa memanfaatkan lahan bekas kandang sapi yang diizinkan warga untuk membangun fasilitas sanitasi.
Dengan jumlah 50 santri yang belajar setiap hari, dibangun dua bilik MCK dan satu area tempat wudhu dengan empat keran. Sistem pengelolaan limbah yang diterapkan mengacu pada konsep blackwater management. Septic tank dirancang melalui tiga bilik, yakni bilik pertama untuk penguraian limbah dengan bantuan mikroorganisme dari EM4, bilik kedua sebagai tahap penyaringan, dan bilik ketiga untuk penampungan air yang kemudian dialirkan ke sumur resapan agar terserap ke tanah. Metode ini memungkinkan masyarakat terhindar dari kebutuhan penyedotan septic tank berkala.
Sementara itu, sistem greywater management digunakan untuk mengalirkan air bekas wudhu ke saluran drainase di musala serta ke empang di madrasah. Pembangunan berjalan berkat kerja sama erat dengan masyarakat. Karena anggaran terbatas, biaya tukang dibantu oleh warga, dan banyak wali santri turut membantu dalam proses penggalian, pembuatan pondasi, hingga penyediaan konsumsi.

Caption: Kunjungan Rektor ITB ke fasilitas sanitasi yang dibangun oleh Kelompok 9 KKN ITB 2025. (Dok. Kelompok 9 KKN ITB 2025)
Kondisi serupa juga ditemukan di musala Dusun Wage yang tidak memiliki MCK maupun tempat wudhu. Jamaah yang ingin shalat berjamaah harus menjaga wudhu dari rumah masing-masing. Untuk itu, mahasiswa bersama warga memanfaatkan ruang kosong di musala sebagai lokasi pembangunan MCK dan tempat wudhu.
Berbeda dengan madrasah yang membutuhkan pembangunan dari awal, proyek di musala lebih berupa revitalisasi. Dibangun satu bilik MCK dengan septic tank tiga bilik, serta tempat wudhu dengan empat keran. Pengerjaan proyek sepenuhnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat, dengan bantuan tukang yang sebelumnya bekerja di proyek madrasah. Kini, jamaah musala yang berjumlah 5-15 orang setiap hari, serta 15-30 orang saat acara khusus, dapat beribadah dengan lebih nyaman.
Selain program utama sanitasi, Kelompok 9 juga melaksanakan berbagai kegiatan non-tematik. Di antaranya mengajar mengaji, pelajaran agama, dan edukasi sains di madrasah. Selain itu, dilaksanakan juga kegiatan mewarnai dan bermain angklung di PAUD, serta membantu persiapan Hari Kemerdekaan 17 Agustus.
Mahasiswa juga turut membantu pembuatan properti hewan untuk tradisi lomba Agustusan dengan pemanfaatan bahan sekitar, sosialisasi perawatan MCK, hingga pesta rakyat dan perpisahan yang diisi penampilan santri dan mahasiswa.

Caption: Penampilan Kelompok 9 pada acara perpisahan dengan masyarakat Desa Mandapajaya, Kabupaten Kuningan. (Dok. Kelompok 9 KKN ITB 2025)
Respons masyarakat sangat positif. Sekitar 20 keluarga terdampak langsung dari keberadaan fasilitas ini. Baik wali santri maupun jamaah musala merasakan manfaat nyata karena anak-anak dapat belajar dan beribadah dengan lebih fokus, serta masyarakat lebih sadar akan pentingnya sanitasi.
Proses pembangunan tidak lepas dari kendala, terutama cuaca yang tidak menentu sehingga material konstruksi sempat hanyut terbawa air. Namun, hal ini menjadi pengalaman berharga bagi mahasiswa untuk beradaptasi di lapangan dan mengambil keputusan cepat.
“Lapangan itu sangat dinamis, maka kita harus adaptif dalam mengerjakan sesuatu, dan belajar mengambil keputusan yang cepat dan tepat,” ujar Fardan.
Ke depan, mahasiswa berharap fasilitas sanitasi yang dibangun dapat dikelola dengan baik oleh masyarakat sehingga kebermanfaatannya berkelanjutan. “Semoga proyek ini bisa membantu masyarakat, membuat jamaah lebih khusyuk beribadah, santri lebih fokus belajar, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya sanitasi,” tutupnya.









