Nidewi Aruman: Musisi yang Membuat Gitar Sendiri untuk Tugas Akhirnya di Desain Produk ITB

Oleh Khalifah Hanif - Mahasiswa Desain Interior, 2023

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Aruma dengan salah satu produk gitar akustiknya yang terbuat dari material karuun pada sesi photoshoot produk Tugas Akhir, Juni 2025. (Dok. Pribadi)

BANDUNG, itb.ac.id – Tugas Akhir (TA) sering menjadi puncak perjalanan akademik mahasiswa. Namun bagi Aruma, mahasiswa Desain Produk, Institut Teknologi Bandung (ITB) 2021, TA adalah sesuatu yang jauh lebih personal. Ia menjadikannya karya yang benar-benar menyatu dengan dirinya sebagai musisi. Sebuah gitar akustik berbahan karuun, rotan yang telah diproses ulang menjadi lembaran/vinir, yang biasanya digunakan untuk furnitur.

Aruma menjelaskan bahwa pilihan gitar berangkat dari ketertarikannya pada instrumen yang paling populer secara global. “Gitar itu instrumen paling diminati di dunia. Aku sendiri juga sering manggung pakai gitar. Jadi karya ini bukan hanya sekadar akademik, tapi bisa aku pakai langsung di panggung,” ujarnya.

Material Karuun: dari Furnitur ke Alat Musik

Aruma saat melakukan survei material karuun bersama Tim Vivere Group di PT. Aida Rattan Industry, Semarang, Jawa Tengah, 2025. (Dok.Pribadi)

Penggunaan karuun dalam pembuatan gitar menjadi keunikan tersendiri. Sebelumnya, material ini dikenal luas di industri furnitur, namun belum pernah dieksplorasi secara akustik. Aruma menemukan bahwa karuun membuat gitar lebih ringan, fleksibel, dan memungkinkan desain bentuk tubuh gitar yang lebih beragam dibandingkan kayu. Bentuk-bentuk lengkung yang ia ciptakan bukan sekadar estetika, melainkan juga hasil riset ergonomi untuk kenyamanan pemain gitar.

Proses pengenalan dan eksplorasi awal material karuun (rattan yang berbentuk lembaran/vinir) oleh Aruma dan pengerajin di Jawa Barat, 2025. (Dok.Pribadi)

“Karena karuun lebih elastis dan fleksibel, gitar bisa dibentuk dengan kurva yang lebih banyak. Itu penting, bukan cuma buat tampilan, tapi juga buat kenyamanan main,” katanya.

Proses Riset dan Validasi

Aruma saat melakukan tes akustik pada salah satu gitar akustik buatannya untuk mendapatkan data sound quality dan spectrum analysis di Lab Akustik ITB Kampus Ganesha, 2025. (Dok. Pribadi)
Empat jenis gitar akustik yang dibandingan oleh Aruma saat melakukan tes akustik untuk mendapatkan perbandingan data sound quality dan spectrum analysis di Lab Akustik ITB Kampus Ganesha, 2025. (Dok. Pribadi)

Proses pengerjaan TA ini berlangsung selama satu tahun. Enam bulan pertama ia gunakan untuk studi gestur dalam bermain gitar, seperti mengukur setiap lekukan, ketebalan, hingga detail kenyamanan yang dibutuhkan pemain. Setelah itu, Aruma bekerja sama dengan musisi dan sound engineer untuk melakukan validasi akustik.

Tes akustik di laboratorium, termasuk analisis sound quality (sharpness, loudness, roughness) dan spectrum analysis, memperlihatkan bahwa gitar karuun buatannya menghasilkan suara yang lebih hangat dengan karakter mellow, berbeda dari gitar kayu. “Menurut para musisi, suaranya lebih warmth, lebih cocok untuk musik folk atau mellow. Itu yang bikin gitarnya punya ciri khas,” ujarnya.

Tantangan: Membentuk Body Gitar

Aruma dan Tim Vivere Group berdikusi mengenai hasil sketsa desain gitar akustik yang sudah dibuat untuk ditinjau dari segi bentuk dan kesesuaian materialnya di PT. Aida Rattan Industry, Semarang, Jawa Tengah, 2025. (Dok. Pribadi)
Proses pembuatan prototype dan modelling untuk body gitar akustik 1 dan 2 di bengkel perajin, Jawa Barat, 2025. (Dok. Pribadi)

Proses desain bukan tanpa kendala. Dari 100 alternatif sketsa awal, Aruma harus menyaring hingga tersisa satu desain final. Bagian yang paling sulit adalah membuat body gitar, yang memakan waktu hingga tiga hingga empat bulan. “Headstock dan neck bisa selesai dalam beberapa hari, tapi body itu tantangan terbesar karena materialnya benar-benar baru dipakai untuk alat musik,” tutur Aruma.

Aruma bekerja sama dengan dua perajin. Krisandi, yang ahli dalam material karuun, serta Pak Rikun, perajin gitar. Dukungan juga datang dari dosen pembimbing, Dr. Dwinita Larasati, M.A. yang mendorong Aruma untuk terus mengeksplorasi desain.

Hasil: Suara Khas dan Nilai Terbaik

Aruma dengan salah satu karya gitar akustiknya dengan berselempang Cumlaude setelah sidang Tugas Akhir di Kolam Indonesia Tenggelam, ITB Kampus Ganesha, Senin (7/7/2025). (Dok. Pribadi)

Demi menemukan hasil yang ideal, Aruma membuat dua gitar berukuran 1:1 untuk diuji. Hasil tes menunjukkan bahwa gitar finalnya mampu menghasilkan suara berbeda dari gitar kayu, lebih lembut dan mellow, sehingga memiliki karakter baru. Atas kerja keras ini, Aruma meraih salah satu nilai terbaik, yaitu A, dan Cumlaude.

“Bagi aku, ini bukan soal mengejar label inovasi. Ini sesuatu yang personal, aku suka, jadi dikerjakan dengan hati. Karena itu, meski rasanya berat, tapi aku tidak terbebani sama sekali,” ucapnya.

Dari Akademik ke Panggung Musik

Aruma saat tampil di acara DCDC Pengadilan Musik menggunakan salah satu gitar akustik buatannya, Selasa (22/7/2025). (Dok. Yogas Malana)

Keunikan karyanya membuat gitar karuun ini tidak hanya menjadi proyek akademik, tetapi juga bagian dari karier musik Aruma. Ia bahkan sudah membawanya ke beberapa panggung. Namun, untuk produksi masal, Aruma masih ingin menunggu. “Aku pengen istirahat dulu sebelum menjualnya. Rasanya belum siap bersanding dengan gitar-gitar besar yang sudah ada di pasaran. Tapi mungkin nanti bisa dicicil per komponen,” katanya.

Pesan untuk Mahasiswa ITB

Aruma saat menjadi bintang tamu di acara TV Meet Nite Live Metro TV membahas tentang karier dan tugas akhirnya membuat gitar, Jumat (20/6/2025). (Dok. Febria Noviandi)

Aruma aktif membagikan perjalanan hidupnya di media sosial sejak SMA. Baginya, platform digital bukan hanya ruang berbagi, tetapi juga media utama untuk karya. “Kalau punya karya, show off aja. Perlakukan media sosial sebagai sesuatu yang penting dalam pekerjaanmu. Dari situ, kita bisa tahu kita berada di ranah yang tepat,” ujarnya.

Ke depan, Aruma berencana fokus penuh sebagai musisi selama dua hingga tiga tahun, sebelum kembali menekuni dunia desain produk secara profesional dan melanjutkan studi S2. “Intinya, aku pengen punya waktu full untuk jadi musisi dulu. Banyak kesempatan yang sempat terlewat selama kuliah, jadi sekarang mau dimaksimalkan,” tuturnya.

Tugas akhir ini tidak hanya menjadi bagian dari proses akademik Aruma sebagai mahasiswi, tetapi juga karya yang selaras dengan perjalanannya sebagai musisi. Lahir dari ruang kuliah dan terus menemani langkah bermusiknya.

#karya mahasiswa #fsrd #nidewi aruman #musisi #gitar #desain produk #fsrd #sdg 4 #quality education #sdg 9 #industry innovation infrastructure #sdg 11 #sustainable cities and communities