Pourfect 60, Alat Penyeduh Kopi V60 Otomatis Karya Mahasiswa Teknik Elektro ITB
Oleh Iko Sutrisko Prakasa Lay - Mahasiswa Matematika, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id – Electrical Engineering Days (EE Days) 2025 yang digelar oleh Program Studi Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menjadi ajang unjuk kreativitas dan inovasi mahasiswa. Salah satu produk yang dihadirkan dalam pameran tahun ini adalah Pourfect 60, sebuah sistem penyeduhan kopi otomatis berbasis teknik V60 yang dirancang oleh dua mahasiswa Teknik Elektro ITB, Handy Jonarta dan Nico Octavianto Aritonang, di bawah bimbingan Mervin Tangguar Hutabarat, Ph.D., dan bekerja sama dengan perusahaan teknologi QIMTronics.
Pourfect 60 merupakan hasil dari proyek Tugas Akhir mahasiswa, sekaligus perwujudan nyata dari penerapan ilmu keteknikan dalam menyelesaikan masalah keseharian. Produk ini memadukan teknologi kendali presisi dengan pemahaman mendalam tentang teknik penyeduhan kopi, khususnya metode V60 yang populer di kalangan penikmat kopi karena kompleksitas cita rasanya. Namun, teknik ini dikenal cukup menantang untuk dilakukan secara konsisten karena melibatkan kontrol suhu air, volume, waktu tuang, dan distribusi aliran yang presisi.
“Proyek ini kami mulai dari pengamatan langsung terhadap permasalahan di lapangan. Barista sering kewalahan menyeduh kopi manual karena harus fokus penuh. Kami ingin menghadirkan solusi yang bisa membantu efisiensi kerja barista dan memberikan hasil seduhan yang konsisten,” ujar Nico.

Didukung oleh QIMTronics, tim mahasiswa ITB ini merancang sistem penyeduh kopi yang dapat dikendalikan baik melalui layar antarmuka langsung di perangkat maupun melalui aplikasi ponsel berbasis Bluetooth. Pengguna dapat memasukkan parameter penyeduhan seperti rasio air-kopi, suhu air, jumlah dan volume tuangan, serta jeda antar tuangan. Pengaturan ini memungkinkan hasil seduhan yang konsisten serta fleksibel untuk disesuaikan dengan preferensi pengguna.
Dalam aspek teknis, sistem ini menggunakan microcontroller ESP32 sebagai pusat kendali, dengan dukungan heater dan pompa air untuk mengatur suhu dan aliran air, serta sensor berat untuk memastikan volume yang tepat pada setiap tuangan. Validasi hasil dilakukan dengan pengukuran menggunakan termometer makanan dan timbangan digital guna menjamin akurasi penyeduhan.
Keunggulan Pourfect 60 tidak hanya pada fungsi otomatisasinya, tetapi juga pada kemampuan menyimpan dan membagikan resep seduhan melalui aplikasi yang terintegrasi. Fitur ini menjadi nilai tambah yang membedakan alat ini dari produk sejenis di pasaran internasional, yang umumnya mahal dan belum tersedia secara luas di Indonesia.
Selain ditujukan bagi kalangan profesional seperti barista di kafe, alat ini juga menyasar pengguna rumahan yang ingin menikmati kopi berkualitas dengan kemudahan dan presisi tinggi.
“Alat ini dapat meningkatkan efisiensi barista karena memungkinkan mereka menyeduh dua atau tiga kopi V60 sekaligus tanpa harus meninggalkan proses lainnya,” ujar Nico.
Dari sisi pengembangan, Pourfect 60 telah melalui proses iteratif selama satu tahun dengan berbagai uji coba teknis dan sensori. Uji rasa pun dilakukan bersama mitra dari QIMTronics, termasuk mantan barista profesional yang memberikan masukan dalam mengoptimalkan rasa kopi hasil seduhan.
Kini, Pourfect 60 tengah dalam proses menuju tahap komersialisasi lebih lanjut oleh pihak QIMTronics. Fokus pengembangan selanjutnya akan ditujukan pada peningkatan aspek mekanik agar produk siap digunakan secara intensif dalam jangka panjang.
Menurut Nico, keterlibatan dalam proyek ini memberinya pemahaman lebih dalam mengenai bagaimana teori yang dipelajari di bangku kuliah dapat diaplikasikan langsung dalam dunia nyata.
“Secara pribadi, saya sangat senang ITB memfasilitasi tugas akhir yang menghasilkan produk nyata seperti ini. Ini menunjukkan bahwa ilmu yang kami pelajari di kelas bisa benar-benar bermanfaat,” ungkapnya.
Pihak Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB pun memberikan dukungan penuh, baik dari sisi pendanaan, akses laboratorium, hingga konsultasi lintas bidang.
“Kami tidak hanya dibimbing oleh dosen pembimbing utama, tetapi juga bisa berdiskusi dengan dosen ahli lain di bidang sistem kendali atau perangkat lunak simulasi. Itu sangat membantu kami,” kata Nico.






