REEBORN: Inovasi ChePhy Team ITB yang Mengubah Limbah Jadi Sumber Daya Strategis, Raih Prestasi di CIDC 2025
Oleh Dina Avanza Mardiana - Mahasiswa Mikrobiologi, 2022
Editor Anggun Nindita
ChePhy Team dari ITB berhasil meraih gold winner (Juara I) pada Chemical Industrial Downstream Challenge (CIDC) 2025 yang diadakan oleh PT Petrokimia Gresik (Dok. Deftendy Virgiatman)
BANDUNG, itb.ac.id - ChePhy Team dari Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil meraih gold winner dalam ajang Chemical Industrial Downstream Challenge (CIDC) 2025 pada Minggu (07/09/2025), sebuah kompetisi business case internasional yang diselenggarakan oleh PT Petrokimia Gresik dalam rangka ulang tahun ke-53 perusahaan. Ajang ini berfokus pada gagasan hilirisasi produk kimia non-pupuk dengan tujuan mendorong transformasi bisnis yang lebih beragam dan berkelanjutan.
ChePhy Team terdiri dari Deftendy Virgiatman (Teknik Fisika 2021), Cifolia Zulfica Setorsi (Teknik Kimia 2022), dan Margareta Vidya Riswanti (Teknik Kimia 2021), dengan bimbingan Wibawa Hendra Saputera, S.Si., M.Si., M.Sc., Ph.D.. Mereka berhasil mengungguli 168 tim dari enam negara yaitu Australia, Indonesia, Iran, Irlandia, Korea Selatan, dan Taiwan.
Seluruh rangkaian lomba, mulai dari tahap pendaftaran, seleksi executive summary, pengumpulan proposal, hingga final presentasi, dilaksanakan secara daring. Durasi kompetisi pun tergolong panjang, berlangsung lebih dari enam bulan atau setara satu semester penuh. Tahap final sendiri berupa pitch deck selama tujuh menit dilanjutkan lima menit sesi tanya jawab bersama dewan juri yang juga dilakukan secara online. Dalam waktu singkat itulah ChePhy Team harus meyakinkan juri bahwa ide hilirisasi yang mereka usulkan layak menjadi pemenang utama.
Inovasi yang mereka ajukan diberi nama REEBORN, sebuah teknologi yang menawarkan solusi konkret terhadap masalah limbah phosphogypsum (PG) dari produksi pupuk. Selama ini, PG kerap dipandang sebagai beban karena jumlahnya yang masif dan pemanfaatannya yang minim. Melalui proses leaching dan pemisahan ion (CIX/CIC), REEBORN mampu mengekstrak rare earth elements (REEs), yaitu unsur strategis yang sangat dibutuhkan untuk baterai kendaraan listrik, turbin angin, elektronik, hingga industri pertahanan. Tidak berhenti di situ, REEBORN juga menghasilkan produk samping berupa gipsum murni sesuai standar SNI, yang dapat langsung dimanfaatkan untuk industri konstruksi nasional.
(Dok. Deftendy Virgiatman)
Dengan pendekatan ini, limbah yang tadinya menjadi masalah justru bertransformasi menjadi sumber daya bernilai strategis. Konsep REEBORN tidak hanya membuka peluang diversifikasi bisnis baru bagi Petrokimia Gresik, tetapi juga memperkuat ekonomi sirkular, mendukung kemandirian material Indonesia, dan mendorong keberlanjutan industri petrokimia. Inilah keunggulan ide ChePhy Team yang membuat mereka menonjol di antara ratusan peserta internasional dan akhirnya menyabet gelar juara dunia.
Deftendy mengakui bahwa pengalaman ini sangat berkesan sekaligus menantang baginya. “Ini semacam last battle sebelum saya lulus. Saya ingin keluar dari zona nyaman sebagai mahasiswa Teknik Fisika dan mencoba terjun ke dunia Teknik Kimia," ujarnya.
"Ia mengaku, salah satu tantangan terbesarnya adalah beradaptasi dengan cepat terhadap pengetahuan dasar, proses, dan istilah-istilah Teknik Kimia yang sebelumnya belum ia kenal, terutama yang berkaitan dengan industri pupuk dan agroindustri di Petrokimia Gresik.
“Saya perlu memahami alur produksi, tantangan operasional, dan peluang inovasi dalam waktu singkat, sambil dikejar keterbatasan waktu riset dan tekanan dari ratusan tim terbaik. Justru dari situ saya belajar untuk efisien, fokus, dan tetap percaya diri menghadapi kompetisi,” ungkapnya.
Cifolia menuturkan tantangan terbesar adalah membagi waktu antara proyek akademik semester 6 dengan persiapan lomba. “Kadang rasanya seperti mengerjakan dua hal besar sekaligus, tapi kami belajar bagaimana mengatur ritme agar riset untuk lomba tetap jalan,” katanya.
Sementara Margareta menambahkan bahwa luasnya cakupan bisnis Petrokimia Gresik membuat ruang inovasi sangat terbuka. “Kita tidak tahu ide apa yang dibawa tim lain, jadi satu-satunya strategi adalah memastikan gagasan kita relevan, komprehensif, dan bisa benar-benar diterapkan,” jelasnya.
Lebih dari sekadar predikat juara, tim ini melihat pengalaman CIDC 2025 sebagai kesempatan belajar langsung dari industri. “Kami masih mahasiswa, tapi ide yang kami bawa mendapat apresiasi dan feedback langsung dari perusahaan. Itu kebanggaan tersendiri,” ungkap Margareta.
Ketiganya berharap prestasi ini bisa menginspirasi mahasiswa lain untuk berani melangkah keluar dari zona nyaman. “Menang itu bonus, yang utama adalah proses belajar, kolaborasi lintas disiplin, dan keberanian untuk mencoba hal baru. Jangan pernah takut karena seringkali potensi terbaik ada di luar bidang yang biasa kita kuasai,” tutup Cifolia.
Prestasi ini menegaskan kemampuan mahasiswa ITB untuk bersaing di panggung internasional dengan ide strategis yang tidak hanya inovatif, tetapi juga aplikatif dan relevan bagi masa depan industri nasional.








