SITH ITB Gelar Kuliah Tamu "Your Story Matters": Memahami Trauma dan Proses Pemulihannya
Oleh Ahmad Fauzi - Mahasiswa Rekayasa Kehutanan, 2021
Editor Anggun Nindita

Pemaparan materi dari Amanda Octacia Sjam, S.Psi., M.Si. (4/6/2025)(Dok. Ahmad Fauzi)
BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB menggelar kuliah tamu bertajuk "Your Story Matters: Healing the Silent Struggles Behind Success”, secara hibrid di Gedung Labtek VI ITB Kampus Ganesha, Rabu (4/6/2025). Pembicara pada kuliah tamu ini yakni Psikolog sekaligus Founder Statera Healing Studio, Amanda Octacia Sjam, S.Psi., M.Si.
Di awal sesi, beliau menyampaikan keresahan-keresahan yang utamanya dialami oleh mahasiswa ITB, yakni the silent struggle, ketika kita yang telah terbiasa juara lalu merasa gagal saat masuk dunia perkuliahan. “Jadi ketika kita udah ada di kampus ini wah bangga bahagia, tapi ternyata setelah saya masuk, kok berat banget ya, padahal waktu SMA selalu juara kelas,” katanya.
“Awalnya overthinking masalah perkuliahan dan nilai, tetapi karena tekanannya banyak dari lingkungan. Kita mulai overthinking gimana kalau kita ga lulus, gimana kalau nanti orang tua saya kecewa, dan akhirnya mengganggu aktivitas kita sehari-hari,” tuturnya.
Dalam penjelasannya, beliau menyampaikan bahwa penting bagi kita untuk menyadari luka yang dirasakan. beliau melanjutkan, perasaan frustrasi justru merupakan pertanda positif karena dapat mendorong kita untuk mencari bantuan. Namun, kondisi yang berbahaya adalah ketika kita tampak baik-baik saja, sehingga kesulitan kita tidak terlihat oleh orang lain.
Ilustrasi silent struggle. (Dok. Pixabay)
Menurutnya, pengalaman hidup yang kita alami itu sepenuhnya valid. “Hal yang membuat orang takut untuk terbuka adalah takut terkena judgement. Semua cerita dan pengalaman hidup kita itu valid dan butuh space, maka dari itu proses pemulihan itu penting,” ungkapnya.
Beliau pun menjelaskan bahwa trauma bukanlah semata-mata peristiawanya, melainkan bagaimana kita memaknai suatu kejadian. “Semua orang tanpa terkecuali pasti punya trauma dalam hidup, yang penyebabnya mungkin berasal dari kehidupan sehari-hari. Hal apapun bisa menjadi trigger trauma kita,” terangnya.
"Di balik struggle, terdapat cerita, di antaranya tekanan masa kecil, selalu jadi anak pintar yang tidak boleh gagal, takut mengecewakan orang lain, serta trauma otak," ucapnya.
Beliau juga menjelaskan tentang perkembangan otak manusia dan kaitannya dengan emosi. Menurutnya, otak kita berkembang secara bertahap. Beliau memaparkan bahwa saat di dalam kandungan hingga usia 2 tahun, bagian otak yang paling cepat berkembang adalah batang otak, yang bekerja berdasarkan refleks. Kemudian, dari usia 2 tahun, perkembangan bergeser ke otak emosi, dan puncaknya pada perkembangan otak logika di usia 7 tahun.
Kemudian, saraf vagus merupakan saraf terpanjang yang terhubung dengan jantung, paru-paru, gastro, otot tenggorokan, dan wajah. “Makanya ketika kita stress, mudah terkena sakit lambung bahkan sampai gerd,” jelasnya.
Menurutnya, pemulihan itu merupakan suatu hal yang mungkin. Cara-caranya mulai dari tubuh, belajar mengatur, bukan menekan apa yang dirasakan, terapi membantu, serta praktikkan teknik regulasi dengan napas 4-7-8 dan finger hold sehingga dapat menenangkan saraf. “Jadi trauma itu seperti luka, tidak akan sembuh jika tidak diobati,” pungkasnya.
Reporter: Ahmad Fauzi (Rekayasa Kehutanan, 2021)