Webinar SAPPK ITB: Menelisik Ketahanan Kota Lewat Kisah Urban Kampung dan Informalitas Perkotaan
Oleh Indira Akmalia Hendri - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021
Editor Anggun Nindita

BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB) menyelenggarakan webinar bertajuk “Learning from the Kampung: Stories of Urban Informality and Resilience” pada Kamis (22/05/2025). Kegiatan ini dilaksanakan secara bauran, yakni luring di Ruang Seminar Labtek IXA SAPPK ITB dan daring melalui Zoom Meeting. Webinar ini mengulas bagaimana kampung sebagai bentuk permukiman informal menyimpan beragam pelajaran penting terkait ketahanan masyarakat, tata ruang, dan praktik perencanaan yang inklusif.
Webinar ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Prof. Paramita Atmodiwirjo, Ph.D. dari Universitas Indonesia, Jim Njoo, Ph.D., dari École nationale supérieure d'architecture de Paris-La Villette, dan Widiyani, Ph.D., dari ITB. Ketiganya membagikan perspektif arsitektur dan perencanaan berdasarkan pengalaman penelitian dan keterlibatan langsung dengan komunitas di berbagai kawasan permukiman informal.
Dalam sesi pemaparan, para pembicara menyoroti dinamika spasial di kawasan kampung sebagai representasi dari kreativitas, fleksibilitas, dan resiliensi masyarakat. Beberapa contoh kawasan seperti Kampung Cikini, Perumnas Depok, dan Kampung Bustaman di Jawa Tengah diangkat untuk menunjukkan bagaimana keterbatasan ruang justru melahirkan adaptasi sosial dan arsitektural yang khas.
Konsep porosity atau keterbukaan ruang dalam kampung menjadi salah satu poin penting yang dibahas. Di kawasan urban kampung, fungsi domestik tidak hanya berlangsung di dalam rumah, tetapi meluas ke ruang-ruang sekitar. Jalanan depan rumah bisa menjadi ruang tamu, teras difungsikan sebagai ruang makan, atau bahkan area komunal berubah menjadi tempat berdagang dan bersosialisasi. Fleksibilitas ini menciptakan ruang hidup yang dinamis dan terus berkembang mengikuti kebutuhan warganya.
Jalanan di kampung pun tidak semata berfungsi sebagai jalur sirkulasi, melainkan turut dimanfaatkan secara adaptif sebagai ruang kolaboratif, tempat berkumpul, dan lokasi berbagai perayaan komunitas.
Selain itu, hal menarik lainnya dari lingkungan urban kampung adalah adanya tanggung jawab kolektif terhadap fasilitas bersama yang diwujudkan melalui praktik kerja bakti. Kegiatan ini tidak hanya menjadi bentuk gotong royong dalam menjaga kebersihan dan infrastruktur kampung, tetapi juga mencerminkan solidaritas sosial serta rasa memiliki yang tinggi terhadap lingkungan tempat tinggal.
Refleksi dari keseluruhan sesi menunjukkan bahwa urban kampung tidak hanya merepresentasikan ruang tinggal informal, tetapi juga menjadi medium untuk membangun kesinambungan antara ruang, budaya, dan praktik sosial. Kampung mampu menjadi wadah bagi spatial appropriation—proses di mana warga secara kolektif mengadaptasi dan memaknai ruang sesuai kebutuhan bersama.
Dengan karakter dinamis dan fleksibel, urban kampung mencerminkan trajectory of experiences yang terus berkembang, mencatat jejak interaksi, kebersamaan, serta ketangguhan masyarakat dalam menghadapi perubahan kota secara organik.
Reporter: Indira Akmalia Hendri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021)