ISAAP 2025 di ITB Tekankan Pentingnya Riset, Inovasi, dan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Gaharu
Oleh Aura Salsabila Alviona - Mahasiswa Bioteknologi, 2025
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi tuan rumah pertemuan ilmiah internasional, The 2nd International Symposium on Agarwood and Aromatic Plants (ISAAP), Jumat (17/10/2025) di Multipurpose Hall, Gedung CRCS, ITB Kampus Ganesha.
Mengusung tema “Innovating Aromatics: Science, Sustainability, Impact, acara ini menghadirkan lebih dari 100 peserta serta 25 pakar internasional dari tujuh negara untuk untuk membahas kemajuan riset, teknologi, dan inovasi terkait gaharu serta tanaman aromatik bernilai ekonomi tinggi lainnya.
Ketua ISAAP sekaligus dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Sains dan Bioteknologi Tumbuhan SITH ITB, Dr. Ahmad Faizal, S.Si., M.Si., dalam sambutannya menyoroti potensi besar gaharu serta urgensi pembentukan Pusat Riset Kolaborasi Gaharu untuk mendorong inovasi.
Selanjutnya, Dekan SITH ITB, Dr. Indra Wibowo, S.Si., M.Sc., menekankan pentingnya pemanfaatan kekayaan biodiversitas Indonesia sebagai fondasi bioekonomi berkelanjutan.

Sambutan oleh Dr. Ahmad Faizal, S.Si., M.Si., Chairperson ISAAP 2025, pada pembukaan ISAAP 2025, berlokasi di Multipurpose Hall CRCS (17/10/2025). (Dok. Pribadi)
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (WRAM), Prof. Dr. Irwan Meilano, turut mengemukakan pentingnya kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan industri. "Hal ini guna menghilirisasi hasil riset agar memberikan dampak nyata bagi masyarakat dan industri," ujarnya.
Dukungan pemerintah untuk riset dan inovasi biodiversitas juga ditegaskan oleh Prof. apt. Junaidi Khotib dari Kemendikbudristek, yang menyebut skema pendanaan seperti Matching Fund sebagai wujud komitmen. Pembukaan simposium secara simbolis dengan harmonisasi suara angklung bersama, menandai dimulainya rangkaian diskusi mendalam.

Pembukaan simposium dengan simbolis harmonisasi suara angklung bersama, oleh Dr. Ahmad Faizal, Prof. Dr. Irwan Meilano, Prof. apt. Junaidi Khotib, dan Dr. Indra Wibowo (kiri ke kanan) (17/10/2025). (Dok. Pribadi)
Tema 1: Mendalami Inovasi Konservasi dan Praktik Berkelanjutan
Sesi pertama, yang dimoderatori oleh Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Dr. Henti Hendalastuti Rachmat, berfokus pada strategi konservasi dan praktik berkelanjutan. Prof. Maman Turjaman dari BRIN memaparkan riset tentang "Innovating Agarwood with Fungi", menjelaskan peran jamur, terutama genus Fusarium, dalam menginduksi pembentukan resin gaharu. Beliau menyoroti pengembangan teknologi inokulasi ramah lingkungan untuk produksi gaharu yang efisien dan berkelanjutan.
Selanjutnya, Dr. Margaretta Christita, juga dari BRIN, menyajikan hasil riset tentang Kemenyan Toba (Styrax Paralleloneurus), menganalisis bagaimana tipe hutan, pelukaan batang, dan penyadapan mempengaruhi mikrobioma pohon, yang penting untuk kualitas resin. Melengkapi sesi ini, Prof. Tri Mulyaningsih dari Universitas Mataram memaparkan penggunaan "Anatomical Markers" dari daun untuk identifikasi akurat spesies Aquilaria dan Gyrinops di Indonesia, sebuah metode krusial untuk taksonomi dan pencegahan pemalsuan dalam perdagangan gaharu.
Tema 2: Mengungkap Keanekaragaman Hayati dan Etnobotani
Sesi kedua mendalami kekayaan biodiversitas dan pemanfaatan tradisional tanaman aromatik, dengan fokus pada tantangan identifikasi dan hubungan budaya masyarakat. Prof. Shiou Yih Lee dari INTI University, Malaysia, mengangkat pertanyaan menarik "Keeping the Real Agarwood or Keeping Agarwood Real?", membahas dilema definisi gaharu asli di pasar modern, terutama antara gaharu alami dan hasil induksi, serta implikasi moral, ekologis, dan bisnisnya. Beliau juga menguraikan metode autentikasi seperti DNA barcoding dan chemical fingerprinting.
Sementara itu, Prof. Iskandar Zulkarnaen Siregar dari IPB University berbagi "Research Updates on Agarwood Genetic Resources Conservation", yang merinci upaya eksplorasi, karakterisasi, dan strategi konservasi genetik gaharu untuk mencegah hilangnya variasi berharga. Menutup hari pertama, Dr. Mohammad Fathi Royyani dari BRIN mengeksplorasi "Traditional knowledge and culture of sustainability of agarwood among Indonesian ethnics communities", menyoroti bagaimana kearifan lokal dalam pemanfaatan gaharu dapat berkontribusi pada praktik berkelanjutan dan konservasi.
Secara keseluruhan, hari pertama ISAAP 2025 telah berhasil menghadirkan berbagai perspektif dan temuan inovatif, mulai dari kemajuan ilmiah dalam produksi gaharu berkelanjutan hingga pemahaman mendalam tentang kearifan lokal dalam pengelolaan tanaman aromatik.
Simposium ini diharapkan menjadi platform strategis untuk mempererat kolaborasi antara akademisi, peneliti, pelaku industri, dan pemangku kebijakan. Rangkaian diskusi akan berlanjut pada hari kedua, dengan fokus yang lebih spesifik pada biologi molekuler, bioteknologi, dan pengembangan produk turunan dari tanaman aromatik.







.png)
