TheraFeel, Sarung Tangan Optimalisasi Terapi Cerebral Palsy Karya Mahasiswa ITB
Oleh Windi Apriliani - Mahasiswa Teknologi Pascapanen, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
Anggota tim tersebut terdiri atas Crysanta Caressa, Kent Frumentius, dan Noval Adi Prasetyo (Teknik Elektro, 2021). Mereka menampilkan dan mendemonstrasikan produk inovatifnya di booth pameran pada acara Electrical Engineering (EE) Day yang diselenggarakan di Aula Timur, Institut Teknologi Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis dan Jumat (26-27/6/2025).
Cerebral palsy merupakan suatu kondisi gangguan pada pusat motorik yang dapat terjadi di masa kehamilan, persalinan, maupun selama proses pembentukan saraf pusat. Secara umum, gangguan ini banyak dialami anak-anak yang ditandai dengan kesulitan dalam mengontrol gerakan otot maupun postur tubuh. Untuk mengendalikan dampak dari gangguan tersebut terhadap tubuh, dapat dilakukan perawatan dan terapi secara intensif. Salah satu penanganan yang umum dilakukan adalah terapi tangan yang bertujuan meningkatkan fleksibilitas sendi atau kemampuan gerak tangan. Namun, hingga saat ini metode terapi tersebut masih dilakukan secara konvensional.
“Dalam praktik konvensional, biasanya terapis menggerakkan tangan pasien secara manual sambil menilai tingkat kekakuan otot, sehingga bisa dikatakan bahwa metode ini cenderung subjektif, sulit didokumentasikan, dan secara fisik cukup melelahkan bagi terapis. Oleh karena itu, kami mengembangkan alat terapi yang diharapkan dapat menilai kekakuan otot pasien cerebral palsy secara objektif tanpa menghilangkan peran terapis,” ujar Kent.

TheraFeel terdiri atas beberapa komponen utama, yaitu motor patient dan therapist untuk menggerakkan jari dan menghasilkan resistansi, microcontroller (Arduino Uno) untuk mengatur sistem secara keseluruhan, flex sensor untuk mengukur kekakuan otot dari besar derajat tekukan, hall effect sensor untuk membaca sudut pergerakan jari atau tangan melalui medan magnet, serta power supply yang menyediakan tegangan dan arus listrik untuk mendukung kinerja sistem. dengan menggunakan dua sarung tangan motorik, yang mana satu dikenakan oleh terapis dan satu lagi oleh pasien. Ketika terapis menggerakkan tangannya, sistem akan meneruskan
Produk TheraFeel memanfaatkan sistem Haptic Feedback sebagai media umpan balik yang memberi sinyal kepada terapis ketika terjadi perubahan resistensi gerakan pada tangan pasien, seperti saat otot terasa kaku atau berat ketika digerakkan, sehingga mendukung proses terapi yang lebih interaktif dan responsif.
Alat ini bekerja melalui 6 tahapan sistematis, yaitu wear, move, track, respond, tension, dan feel.
1. Wear—terapis dan pasien memakai sarung tangan TheraFeel.
2. Move—terapis menggerakkan jari tangannya sehingga dapat menarik bagian tendon (kawat) yang terhubung ke motor pasien.
3. Track—motor patient mendeteksi gerakan dan mengirimkan informasinya ke motor terapis.
4. Respond—motor therapist menarik tendon (kawat) pada tangan pasien sesuai dengan posisi yang diterima.
5. Tension—jika pasien tidak bisa mengikuti gerakan, maka perbedaan gerak tersebut akan menyebabkan tarikan atau ketegangan pada tendon (kawat).
6. Feel—terapis merasakan ketegangan tersebut sebagai hambatan gerak (resistance), sehingga dapat secara langsung mengetahui tingkat kekakuan otot pasien. Kemudian, data mengenai sudut gerakan sendi dan tingkat kekakuan otot tangan akan ditampilkan secara visual melalui user interface sehingga memudahkan untuk memantau perkembangan pasien dari waktu ke waktu.
Berbeda dengan alat terapi otomatis yang cenderung menggantikan peran terapis, TheraFeel dirancang secara semiotomatis, agar tidak menghilangkan peran aktif dari terapis. Alat ini membantu mengurangi kelelahan terapis dengan sistem yang responsif dan presisi, namun tetap menjadikan terapis sebagai pusat kendali utama dalam proses terapi.
TheraFeel telah melalui tahap uji coba dan mendapat respons positif dari dosen pembimbing maupun pengunjung pameran.
“TheraFeel dinilai sangat potensial untuk digunakan. Menurut user, algoritma yang diterapkan dianggap aplikatif dan memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut, termasuk untuk terapi pada bagian kaki,” ujar Kent.
Keberhasilan pengembangan TheraFeel tidak lepas dari kerja sama tim yang solid. Kolaborasi yang terbangun dengan baik memungkinkan setiap tahapan yang dilalui berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu, partisipasi dalam Electrical Engineering (EE) Day juga menjadi momentum penting bagi tim, bukan hanya sebagai ajang untuk menampilkan hasil inovasi, tetapi juga menjadi ruang belajar, bertukar ide, dan menerima masukan dari berbagai pihak. Dukungan lingkungan yang kolaboratif menjadi bekal berharga bagi tim untuk terus menyempurnakan TheraFeel dan memperluas kebermanfaatannya di masa mendatang.
Inovasi ini membuktikan bahwa dengan semangat kolaborasi dan keberanian untuk mencoba, mahasiswa mampu menghadirkan solusi nyata melalui alat yang tidak hanya fungsional, tetapi juga berdaya guna tinggi bagi masyarakat. TheraFeel hadir sebagai simbol kontribusi generasi muda dalam menjawab tantangan di bidang kesehatan dengan pendekatan yang kreatif dan aplikatif. Langkah ini membuka jalan untuk mengembangkan lebih banyak solusi yang relevan dan berkelanjutan untuk kemajuan sektor kesehatan Indonesia.






