Tim PKM-RE ITB Bangun Sistem Diagnostik Hepatitis B yang Lebih Akurat dengan CRISPR-Cas9
Oleh Dina Avanza Mardiana - Mahasiswa Mikrobiologi, 2022
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id – Tim PINTAR Diagnostics dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta (PKM-RE) 2025 yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Dikti.
Saat ini, tim yang terdiri atas Maria Audrey (Biologi), Taliasari Aulia Fatiha (Biologi), dan Muhammad Firdaus (Mikrobiologi) tengah bersiap menghadapi tahap Penilaian Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan (PKP2) pada 19–26 Oktober 2025, sebelum melangkah ke Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) pada November mendatang.
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) merupakan ajang pengembangan inovasi bergengsi di tingkat nasional yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek). Program ini mendorong mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk mengembangkan ide serta riset inovatif yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Salah satu bidangnya adalah PKM-Riset Eksakta (PKM-RE).
Tim PINTAR Diagnostics mengusung riset berjudul “Produksi Amplikon Target Terbiotinilasi dan Karakterisasi Kompleks CRISPR Cas9-sgRNA untuk Pengembangan Diagnostik Lateral Flow Assay Virus Hepatitis B.” Riset ini berfokus pada pengembangan metode deteksi cepat berbasis CRISPR-Cas9 untuk virus Hepatitis B (HBV). Metode tersebut diharapkan dapat mengatasi keterbatasan deteksi berbasis antibodi yang umum digunakan saat ini.
“Jika rapid test COVID mengenali antibodi, sistem kami justru mengenali DNA virus menggunakan CRISPR. Karena laju mutasi HBV sangat tinggi, banyak alat uji berbasis antibodi tidak mampu mendeteksi varian lokal. CRISPR bisa menjadi solusi karena target DNA-nya mudah disesuaikan tanpa perlu mengganti komponen lain,” jelas Maria Audrey, ketua tim PINTAR Diagnostics.
Berbeda dari kit diagnostik komersial yang banyak beredar, sistem berbasis CRISPR menawarkan fleksibilitas dan presisi tinggi. Melalui mekanisme Cas9-sgRNA, deteksi dilakukan dengan mengenali sekuens DNA virus yang spesifik, sehingga mutasi pada protein virus tidak mengganggu proses identifikasi. Pendekatan ini memungkinkan pengembangan alat diagnostik yang lebih universal untuk berbagai varian HBV yang beredar di Indonesia.
Menurut Taliasari Aulia Fatiha, riset ini menggunakan dua pendekatan, yakni in silico (dry lab) dan in vitro (wet lab).
“Analisis in silico kami lakukan untuk merancang single-guide RNA (sgRNA), yaitu komponen yang mengarahkan Cas9 ke target DNA virus. Setelah perancangan selesai, kami melanjutkan eksperimen in vitro untuk memproduksi sgRNA, membentuk kompleks Cas9-sgRNA, dan menguji interaksinya dengan sekuens target HBV,” tuturnya.
Firdaus menambahkan bahwa proses eksperimen sering kali memerlukan pengulangan. “Banyak tahapan wet lab yang harus kami ulang karena hasil awal tidak sesuai ekspektasi. Namun proses itu justru melatih kami berpikir kritis dan sabar dalam troubleshooting. Kami juga belajar memanfaatkan setiap data, sekecil apa pun, untuk menjelaskan fenomena yang kami temukan,” ujarnya.
Perjalanan riset tim ini berawal dari Student Research Program (SRP) 2024, program inkubasi riset mahasiswa ITB yang berada di bawah naungan Ganesha Student Innovation Center (GSIC) Keluarga Mahasiswa (KM) ITB. Melalui SRP, PINTAR Diagnostics dapat mematangkan ide, menyusun metodologi, dan melakukan validasi awal sebelum mengajukan proposal ke Belmawa Dikti.
Menurut Talia, penyusunan proposal PKM juga menjadi tantangan tersendiri. “Halaman proposal dibatasi hanya 10, sementara riset kami cukup kompleks. Jadi kami harus memilih bagian yang paling esensial untuk disertakan. Di sisi lain, dataset in silico yang kami gunakan cukup besar sehingga proses pemrosesan dan interpretasi datanya memerlukan waktu yang panjang,” jelasnya.
Selama pelaksanaan riset, tim ini mendapat dukungan penuh dari dua dosen pembimbing, yaitu Karlia Meitha, Ph.D. dan Ernawati Arifin Giri-Rachman, Ph.D., yang merupakan pakar di bidang CRISPR dan virologi. “Bu Meitha dan Bu Erna selalu membuka ruang diskusi dan membimbing kami dengan sabar. Saat hasil tidak sesuai ekspektasi, mereka membantu kami mengevaluasi dan mencari pendekatan baru,” ujar Audrey.
Selain meningkatkan keterampilan riset dan kerja sama tim, PKM juga memberi pengalaman berharga dalam manajemen waktu serta komunikasi ilmiah. “Melalui PKM, kami belajar bukan hanya soal sains, tetapi juga tentang ketangguhan. Dari menulis laporan hingga bereksperimen di laboratorium, semua proses mengajarkan kami untuk berpikir sistematis dan tetap tabah menghadapi kegagalan,” tambah Talia.
Firdaus menuturkan bahwa PKM membuka wawasan baru mengenai bagaimana riset dasar dapat diarahkan menuju inovasi nyata di bidang kesehatan. “Kami jadi sadar bahwa riset tidak berhenti di laboratorium. Harapannya, proyek ini bisa terus berlanjut ke tahap prototipe sehingga dapat berkontribusi pada pengembangan alat diagnostik di Indonesia,” katanya.
Pada tahun ini, terdapat 1.590 proposal PKM 2025 dari seluruh Indonesia yang berhasil lolos pendanaan, dua di antaranya berasal dari ITB pada bidang Riset Eksakta. Tim PINTAR Diagnostics menjadi salah satu representasi ITB dalam ajang tersebut. Pengumuman tim yang melaju ke PIMNAS 2025 dijadwalkan pada 7 November 2025.
“Harapan kami sederhana: semoga riset diagnostik berbasis CRISPR ini dapat menjadi langkah awal bagi pengembangan teknologi deteksi penyakit yang lebih cepat, murah, dan akurat di Indonesia,” ujar Audrey.
“Dan semoga dukungan terhadap PKM di ITB terus menguat agar semakin banyak mahasiswa berani menyalurkan ide-idenya melalui riset,” tambahnya.









